lanjutan makalah psikologi

8.    METODE-METODE PENYELIDIKAN DALAM PSIKOLOGI
Seperti telah dikemukakan di atas metode tertua atau metode yang pertama-tama digunakan dalam lapangan psikologi ialah spekulasi. Akan tetapi akibat perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan psi­kologi pada khususnya akhirnya metode ini ditinggalkan, dan dirintislah metode bam yang mendasarkan atas pengalaman-pengalaman atau empiri.
Penentuan sesuatu metode merupakan hal yang penting setelah penentuan objek yang akan dipelajari. Dari segi metode akan terlihat ilmiah tidaknya sesuatu penyelidikan itu. Dalam kesempatan ini akan dikemukakan metode-metode yang· digunakan dalam lapangan psikologi empiris. Ternyata dalam psikologi juga diterapkan metode-metode yang digunakan oleh ilmu-ilmu lain, tetapi sudah barang tentu disesuaikan dengan keadaan objeknya itu sendiri. Pada dasarnya metode penyelidik­an dapat dibedakan atas dua bagian yang besar, yaitu metode longitudinal darcross-sectional.
Metode longitudinal
Metode ini merupakan metode penyelidikan yang membutuhkan waktu relatif lama untuk mencapai sesuatu hasil penyelidikan. Dengan metode ini penyelidikan dilakukan hari demi hari, bulan demi bulan, malahan mungkin tahun demi tahun. Karena itu bila diIihat segi perjalanan penyelidikan ini adalah seeara vertikal. Sebagai contoh misalnya me­tode yang ditempuh di dalam penyelidikan tentang perkembangan anak. Hasil pengamatan dicatat hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun. Hasil tersebut dikumpulkan dan diolah kemudian ditarik kesimpulan. Sudah barang tentu dengan mengutamakan metode penyelidikan ini penyelidik membutuhkan waktu yang lama, kesabaran serta ketekunan.
b.  Metode cross-sectional
Metode ini merupakan suatu metode penyelidikan yang tidak mem­butuhkan waktu yang terlalu lama di dalam mengadakan penyelidikan, Dengan metode ini dalam waktu yang relatif singkat dapat dikum­pulkan bahan yang banyak. Jadi kalau dilihat jalannya penyelidikan secara horisontal. Sebagai contoh penyelidikan dengan menggunakan kuesioner adalah merupakan penyelidikan yang bersifat cross-seeti­cznal. Sudah barang tentu penyelidikan ini dapat berlangsung secara cepat, tetapi pada umumnya kurang mendalam. Karena itu untuk mengatasi kekurangan di satu pihak dan mengambil keunggulannya di lain pihak, sering kedua metode ini digabungkan.
Di samping metode tersebut di atas dalam penyelidikan psikologi digunakan pula metode eksperimental dan non-eksperimental. Dengan metode eksperimental penyelidik dengan sengaja menimbulkan keadaan yang ingin diselidiki, dan hal ini berbeda dengan yang non-eksperimen­tal. Dalam penyelidikan yang non-eksperimental penyelidik mencari atau menunggu sampai dijumpai keadaan atau situasi yang ingin di­selidiki,jadi mencari situasi yang ada dalam keadaan wajar (natural).
Untuk lebih terperinci akan dikemukakan metode-metode yang digunakan dalam lapangan psikologi sebagai berikut :
1 ). Metode Introspeksi
Arti kata introspeksi ialah melihat ke dalam (intra = ke dalam dan speksi dari spektare = melihat). Metode ini merupakan suatu metode penyelidikan dengan melihat peristiwa-peristiwa kejiwaan ke dalam dirinya sendiri. Metode intros­peksi ini dapat eksperimental dan dapat pula non-eksperimental. Sudah barang tentu penyelidikan ini dijalankan dengan penuh ke­sadaran dan secara sistematik menurut norma-norma penyelidikan ilmiah. Tetapi oleh karena dalam penyelidikan ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri, maka metode ini mengandung kelemahan­-kelemahan. Kelemahan pokok yang sering dikemukakan terhadap metode ini ialah bahwa metode ini bersifat subjektif, karena orang sering tidak jujur dalam mengadakan penilaian terhadap dirinya sen­diri, apalagi mengenai hal-hal yang tidak baik. Karena itu dengan metode ini sukar untuk mencapai segi objektivitas, padahal segi objektivitas dituntut oleh ilmu pengetahuan.
Sekalipun metode introspeksi merupakan metode yang mengan­dung kelemahan, tetapi metode ini sangat besar artinya dalam lapangan psikologi. Banyak peristiwa kejiwaan dapat dimengerti yang didasarkan atas keadaan dirinya sendiri, dan juga banyak bat yang dapat dicapai dengan metode introspeksi. Karenanya sekalipun metode introspeksi mempunyai kelemahan, tetapi pada umumnya masih dipertahankan di samping mencari jalan untuk mengatasi segi subjektivitas dari metode ini. Karena itu kemudian timbul metode lain yang menggabungkan metode introspeksi dengan metode eksperimen yaitu yang dikenal dengan metode introspeksi eksperimental.
2). Metode lntrospeksi Eksperimental
Seperti telah dikemukakan di atas metode ini merupakan peng­gabungan metode introspeksi dan eksperimen. Dengan jalan eksperi­men, inaka sifat subjektivitas dari metode introspeksi akan dapat di­atasi. Pada metode introspeksi murni banya diri penyelidik yang men­jadi objek. Tetapi pada introspeksi eksperimental jumlah subjek ba­nyak, yaitu orang-ora-ng yang dieksperimentasi itu. Dengan luasnya atau banyaknya silbjek penyelidikan hasilnya akan lebih bersifat objektif.
3). Metode Ekstrospeksi
Arti kata ekstrospeksi ialah melihat keluar (extro = keluar, speksi dari spektare = melihat). Metode ini dimaksudkan urituk meng­atasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode introspeksi. Pada metode ekstrospeksi subyek penyelidikan bukan dirinya sendiri tetapi orang lain. Dengan demikian diharapkan adanya sifat yang objektif dalam penyelidikan itu.
Namun metode ekstrospeksi sebenarnya juga berdasarkan atas metode introspeksi. Orang akan dapat mengatakan atau menyimpulkan yang terjadi pada orang lain, juga berdasarkan atas keadaan dirinya sendiri. Orang dapat mengatakan seseorang dalam keadaan susah, dalam keada­an gembira, tergesa-gesa dan sebagainya oleh karena ia sendiri bila dalam keadaan yang demikian mengalami hal-hal yang demikian itu. Dengan demikian kelemahan-kelemahan yang terdapat pada metode introspeksi sedikit banyak juga akan terdapat pada metode ekstrospeksi.
4). Metode Kuesioner
Kuesioner atau sering pula disebut angket merupakan metode penyelidikan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus di­jawab atau dikerjakan oleh orang yang menjadi subjek dari penyelidik­an tersebut. Dengan angket orang akan dapat rnemperoleh fakta atau­pun opini (opinions). Pertanyaan dalam angket bergantung kepada maksud serta tujuan yang ingin dicapai. Hal ini akan mempunyai pengaruh terhadap materi serta bentuk pertanyaan angket itu.
Pada garis besarnya angket terdiri dari dua bagian yang besar, yaitu :
1.               bagian yang mengandung data identitas.
2.               bagian yang mengandung pertanyaan-pertanyaan yang ingin mem­peroleh jawabannya.
Pertanyaan itu ada beberapa macam bentuk atau jenis yang sekaligus memberikan bentuk atau jenis angket, yaitu :
a)      pertanyaan yang tertutup (closed questions), yaitu bentuk pertanya­an di mana orang yang dikenai angket (responden) tinggal memilih jawaban-jawaban yang telah disediakan dalam angket tersebut. Jadi jawabannya telah terikat, responden tidak dapat memberikan jawaban seluas-luasnya, yang mungkin dikehendaki oleh responden yang bersangkutan. Bentuk angket yang mengandung pertanyaan­pertanyaan yang demikian coraknya disebut angket yang tertutup (closed questionnaire). Biasanya kalau persoalannya telah jelas dipakai angket bentuk ini.
b)      pertanyaan yang terbuka (open questions), yaitu bentuk pertanyaan di mana responden masih diberikan kesempatan seluas-Iuasnya untuk memberikan jawaban. Angket yang mengandung pertanyaan semacam ini disebut angket terbuka (open questionnaire). Pada umumnya bila akan mendapatkan opini dipakai angket bentuk ini.
c)      pertanyaan yang terbuka dan tertutup, yaitu merupakan campuran dari kedua macam pertanyaan tersebut di atas. Angket yang me­ngandung pertanyaan-pertanyaan tersebut disebut angket terbuka ­tertutup (open and closed questionnaire).
Jika angket dilihat dari cara orang memberikan informasi, angket dapat dibedakan dua jenis, yaitu angket langsung dan angket tidak langsung.
a) Angket langsung.
Angket langsung yaitu angket yang diberikan kepada subjek yang dikenai, tanpa menggunakan perantara. Jadi penyelidik langsung mendapatkan bahan dari sumber pertama (first resource).
b) Angket tidak langsung.
Angket tidak langsung yaitu angket yang menggunakan perantara dalam menjawab. Jawaban-jawaban tidak langsung didapatkan dari sumber pertama, tetapi melalui perantara. Pada angket tidak lang­sung angket tidak diberikan langsung kepada subyek penyelidikan, tetapi diberikan kepada orang yang digunakan sebagai perantara.
Keuntungan metode angket antara lain :
a)      Metode angket merupakan metode yang praktis, dari jarak jauh metode ini dapat digunakan. Penyelidik tidak perlu langsung datang di tempat penyelidikan.
b)      Dalam waktu yang singkat dapat dikumpulkan data yang relatif banyak. Di samping itu tenaga yang digunakan sedikit, sehingga dari segi ini merupakan metode yang hemat.
c)      Orang dapat menjawab leluasa, sehingga tidak dipengaruhi oleh orang-orang lain. Orang akan lebih terbuka dalam menjawab per­tanyaan-pertanyaan.
Tetapi di samping keuntungan-keuntungan tersebut di atas, ang­ket juga mempunyai segi-segi kelemahan, antara lain :
a)      Oleh karena dengan angket penyelidik mungkin tidak dapat lang­sung berhadapan muka dengan yang diselidiki, maka bila ada hal-hal yang kurang jelas, keterangan lebih lanjut sulit dapat diperoleh.
b)      Dalam angket pertanyaan-pertanyaan telah disusun demikian sehingga pertanyaan-pertanyaan tidak dapat diubah disesuaikan dengan situasinya.
c)      Biasanya angket yang telah dikeluarkan tidak semua dapat kembali. Hal ini harus diperhitungkan bila mengadakan penyelidikan menggunakan angket.
d)     Kesalahan dalam pelaksanaan (misalnya sugestif), kurang terangnya pertanyaan-pertanyaan, menyebabkan kurang validnya bahan diperoleh.
5). Metode Interviu
Interviu merupakan metode penyelidikan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan. Kalau pada angket pertanyaan-pertanyaan di­berikan secara tertulis, maka pada interviu pertanyaan-pertanyaan diberikan secara lisan. Karena itu antara interviu dan angket terdapat hal-hal yang sama di samping adanya perbedaan-perbedaan. Baik angket maupun interviu kedua-duanya menggunakan pertanyaan-pertanyaan, tetapi berbeda dalam penyajiannya. Kalau kedua metode itu diban­dingkan maka pada interviu terdapat keuntungan – keuntungan di samping kelemahan-kelemahan.
Keuntungan-keuntungannya antara lain ialah :
a)      Pada interviu hal-hal yang kurang jelas dapat diperjelas, sehingga orang dapat mengerti apa yang dimaksudkan. Keadaan ini tidak terdapat pada angket.
b)      Pada inierviu penginterviu dapat menyesuaikan dengan keadaan yang diinterviu. Pada angket keadaan ini tidak mungkin.
c)      Dalam interviu adanya hubungan yang langsung (face to face) karena itu diharapkan dapat menimbuIkan suasana hubungan yang baik, dan ini akan memberikan bantuan dalam mendapatkan bahan- bahan.
Sedangkan kelemahan-kelemahannya antara lain :
a)      Penyelidikan dengan interviu kurang hemat, baik dalam soal waktu maupun tenaga, sebab dengan interviu membutuhkan waktu yang lama.
b)      Pada interviu dibutuhkan keahlian, dan untuk memenuhi ini di­butuhkan waktu untuk mendapatkan didikan atau Iatihan yang khusus.
c)      Pada interviu bila telah ada prasangka (prejudice) maka ini akan mempengaruhi interviu, sehingga hasilnya tidak objektif.
6). Metode Biografi
Metode ini merupakan tulisan tentang kehidupan seseorang yang merupakan riwayat hidup. Dalam biografi orang menguraikan tentang keadaan, sikap-sikap ataupun sifat-sifat lain mengenai orang yang ber­sangkutan. Oleh karena itu biografi juga dapat merupakan sumber penyelidikan dalam Iapangan psiko1ogi. Misalnya biografi ibu Kartini, Mahatma Gandhi, Ki Hadjar Dewantara dan sebagainya. Metode ini di samping mempunyai keuntungan juga mempunyai kelemahan, yaitu bahwa metode ini kadang-kadang bersifat subjektif, dalam arti me­nurut pandangan yang membuat biografi itu. Misalnya bila orang yang membuat itu sepaham, maka sudah barang tentu orang dalam mem­buat biografi akan dipengaruhi oleh sudut pandangannya, lebih-lebih dalam pembuatan otobiografi (biografi diri sendiri).
7). Metode Analisis Karya
lni merupakan suatu metode penyelidikan dengan mengadakan analisis dari hasil karya. Misalnya antara lain tentang gambar-gambar, karangan-karangan yang telah dibuat, karya-karya ini merupakan pen­cetusan dari keadaan jiwa seseorang. Dalam hal ini termasuk juga buku harian seseorang.
8). Metode Klinis
Metode ini mula-mula timbul dalam lapangan klinik untuk mem­pelajari keadaan orang-orang yang jiwanya menyimpang (abnormal). Pada umumnya metode ini digunakan oleh para ahli psikologi dalam. Kelernahannya metode ini seakan-akan memberikan kesan bahwa sub­jeknya orang-orang yang jiwanya tidak normal, hingga hasil yang dicapai kurang menggambarkan keadaan jiwa pada umumnya.
9). Metode Testing
Metode ini merupakan metode penyelidikan yang rnenggunakan soal-soal, pertanyaan-pertanyaan, atau tugas-tugas lain yang telah di­standardisasikan. Dilihat dari caranya orang mengerjakan test seakan­akan seperti eksperimen, namun kedua metode ini berbeda. Pada eks­perimen, orang dengan sengaja mengetrapkan treatment atau perlaku­an dan ingin mengetahui efek dari treatment tersebut. Pada test orang ingin rnengetahui kemampuan-kemampuan ataupun sifat-sifat lain dari testee. Pada test yang penting adalah telah adanya standardisasi di mana ini tidak terdapat dalam eksperimen.
Metode test mulai terkenal setelah hasil kerja dari Binet. Pada tahun 1904 Binet mendapatkan tugas dari pemerintah Perancis (c.q. yang mengurusi bidang pendidikan dan pengajaran) untuk mengadakan penyelidikan terhadap anak-anak yang mengalami kelambatan dalam pelajaran bila dibandingkan dengan teman-temannya yang sebaya. Berdasarkan atas hasil penyelidikan Binet anak-anak yang tidak dapat mengikuti pelajaran seperti anak-anak yang lain, ternyata mereka itu kurang normal. Penyelidikan kemudian dilanjutkan bersama-sama de­ngan Simon, hingga akhirnya hasil penyelidikan itu terkenal dengan test-inteligensi Binet-Simon. Sumbangan utama dari Binet ialah dalam hal merintis dan menentukan standar-standar pertanyaan, yaitu per­tanyaan yang diperuntukkan bagi anak-anak dengan tingkat umur masing-masing. Standar ini berdasarkan atas keadaan anak yang normal, sehingga dengan demikian bila pertanyaan itu diajukan kepada anak dengan umur tertentu maka pertanyaan itu akan dapat dijawab oleh anak-anak yang normal.
Test Binet kemudian disempurnakan lebih lanjut oleh ahli-ahli antara lain oleh Stem, Terman Merril dan sebagainya. Salah satu revisi yang terkenal ialah dari Terman untuk dipakai di Amerika. Karena Terman adalah mahaguru di Stanford University, maka revisi. nya terkenal dengan Stanford Revision, dan sering disebut test inteligensi Stanford-Binet.
Di samping test Binet-Simon masih banyak lagi test-test yang lain, misalnya test Rorschach, test Kraeplin, test T.A.T. dan sebagai. nya. Dengan demikian ada macam-macam test yang kesemuanya dapat digunakan untuk mengadakan penyelidikan dalam Iapangan psiko­logi.
Test dapat dibedakan atas bermacam-macam jenis, yaitu :
a)      Menurut banyaknya orang yang di-test, test dapat dibedakan atas :
1)      test perorangan atau juga disebut test individual, yaitu test yang diberikan secara perorangan. Misalnya test Binet, test Rorschach, test Wechsler.
2)      test kelompok, yaitu merupakan test yang. diberikan secara ke­lompok. Misalnya Army Alpha dan Army Betha test, Army General Classification test (AGeT), test SPM.
b)      Berdasarkan atas peristiwa-peristiwa kejiwaan yang diselidiki, maka test dapat dibedakan atas :
-     test pengamatan
-     test perhatian
-     test ingatan
-     test inteligensi, dan sebagainya.
c)      Berdasarkan atas caranya orang menjawab atau mengerjakan, maka test dapat dibedakan :
1)      test bahasa (verbal test), yaitu test di mana testee (orang yang ditest) dalam mengerjakan test menggunakan bahasa. Misalnya test Binet, test Rorschach, test T.A.T.
2)      test peraga (performance test), yaitu test di mana testee dalam mengerjakan test tidak perlu menggunakan bahasa, cukup dengan perbuatan-petbuatan, misalnya menyusun, menggambar dan se­bagainya. Misalnya test dari William Healy, test SPM, test Goodenough.
Di samping itu bila test digunakan untuk menyelidiki tentang bakat seseorang, test itu disebutaptitude test atau test-bakat. Kalau test digunakan untuk mengetahui tentang kecepatan orang menger­jakan sesuatu, test itudisebut speed test atau test kecepatan. Sedang­kan kalau test digunakan untuk mengetahui power atau kemampuan seseorang, test itu disebut: power-test.Kalau test digunakan untuk mengetahui sampai di mana kemampuan individu di dalam meng­adakan performance terhadap sesuatu training atau sesuatu yang telah pernah djterimanya. maka test ini merupakan achievement test.
Test sebagai metode penyelidikan di samping mempunyai ke­untungan juga terdapat kelemahan. Keuntungan yang dapat diperoleh ialah dengan menggunakan test orang dapat mengetahui gambaran atau keadaan dari orang yang ditest, sudah memberikan ancer-ancer yang sedikit banyak telah berguna dalam menentukan langkah-langkah lebih lanjut.
Sedangkan keberatan yang sering dikemukakan ialah bahwa test terikat kepada kebudayaan dari mana asal test itu. Berhubung dengan kelemahan ini maka orang kemudian mencari atau menciptakan test yang sedikit banyak ingin mengurangi atau bahkan menghilangkan kelemahan ini yaitu dengan menciptakan test yang bebas dari ke­budayaan. Test performance merupakan usaha untuk mengatasi terikat­nya test terhadap unsur kebudayaan. Karena itu performance testdiharapkan merupakan test yang lebih bebas dari kebudayaan bila dibandingkan dengan test-verbal.
10). Metode Statistik
Pada umumnya metode statistik digunakan untuk mengadakan penganalisaan terhadap materi atau data yang telah dikumpulkan dalam suatu penyelidikan. Untuk memberikan gambaran yang dimaksud dengan statistik baiklah disajikan apa yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (1979 : 1) sebagai berikut :
“Kata STATISTIK telah digunakan untuk membatasi cara-cara ilmiah untuk mengumpulkan, menyusun, meringkas, dan menya­jikan data penyelidikan. Lebih lanjut statistik merupakan cara untuk mengolah data tersebut dan menarik kesimpulan-kesimpul­an yang teliti dan keputusan~eputusan yang logik dati peng­olahan data tersebut (BATASAN UMUM).
Khusus untuk keperluan-keperluan research, seperti yang telah beberapa kali disinggung di depan, fungsi dan peranan statistik digambarkan oleh Guilford sebagai berikut :
1.               Statistik memungkinkan pencatatan secara paling eksak data penyelidikan.
2.               Statistik memaksa penyelidik menganut tata-fikir dan tata­kerja yang definit dan eksak.
3.               Statistik menyediakan cara-cara meringkas data ke dalam bentuk yang lebih banyak artinya dan lebih gampang me­ngerjakannya.
4.               Statistik memberi dasar-dasar untuk menarik kongklusi-kong­klusi melalui proses-proses yang mengikuti tata yang dapat diterirna oleh ilmu pengetahuan.
5.               Statistik memberi landasan untuk meramalkan secara ilmiah tentang bagaimana sesuatu gejala akan terjadi dalam kondisi­-kondisi yang telah diketahui.
6.               Statistik memungkinkan penyelidik menganalisa, menguraikan sebab-akibat yang kompleks dan rumit, yang tanpa statistik akan merupakan peristiwa yang membingungkan, kejadian yang tak teruraikan.
BAB II
MANUSIA DAN LINGKUNGANNYA
1.   MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA
Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan makhluk-makhluk hidup yang lain. Akibat dari unsur kehidupan yang ada pada manusia, manusia berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan-peru­bahan dalam segi fisiologis maupun perubahan-perubahan daJam segi psikalagis. Bagaimana manusia berkembang dibicarakan secara mendalam dalam psikologi perkembangan sebagai salah satu psikologi khusus yang membicarakan tentang masalah perkembangan manusia. Dalam kesempat­an ini akan diketengahkan mengenai faktor-faktor yang akan menentukan dalam perkembangan manusia. Mengenai faktor·faktor yang menentukan dalam perkembangan manusia ternyata terdapat bermacam-macam pen­dapat dari para ahli, sehingga pendapat-pendapat itu menimbulkan ber­macam-macam teori mengenai perkembangan manusia. Teori yang satu berbeda dengan teori yang lain, bahkan ada yang bertentangan satu dengan yang lain. Teori-teori perkembangan tersebut ialah :
a.   Teori Nativisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan manusia itu akan di­tentukan oleh faktor-faktor nativus, yaitu faktor-faktar keturunan yang merupakan faktor-faktor yang dibawa oleh individu pada waktu dilahir­kan. Menurut teori ini sewaktu individu dilahirkan telah membawa sifat-­sifat tertentu, dan sifat-sifat inilah yang akan menentukan keadaan individu yang bersangkutan, sedangkan faktor lain yaitu lingkungan, termasuk di dalamnya pendidikan dapat dikatakan tidak berpengaruh terhadap perkembangan individu itu. Teori ini dikemukakan oleh Schopen hauer (Bigot, Kohstamm, Polland, 1950).
Teori ini menirnbulkan pandangan bahwa seakan-akan manusia telah ditentukan oleh sifat-sifat sebelumnya, yang tidak dapat diubah, sehingga individu akan sangat tergantung kepada sifat-sifat yang diturunkan oleh orang tuanya. Bila orang tuanya baik seseorang akan menjadi baik, sebalik­ny abila orang tuanya jahat seseorang akan menjadi jahat; sifat baik atau jahat itu tidak dapat diubah oleh kekuatan-kekuatan lain. Teori ini me­nimbulkan konsekuensi pandangan bahwa manusia bila dilahirkah baik akan tetap baik, sebaliknya bila manusia dilahirkan jahat akan tetap men­jadi jahat, yang tidak dapat diubah oleh pendidikan dan lingkungan.
Karena itu teori ini dalam pendidikan menimbulkan pandangan yang pesimistis, yang memandang pendidikan sebagai suatu usaha yang tidak berdaya menghadapi perkembangan manusia. Teori ini lebih jauh dapat menimbulkan suatu pendapat bahwa untuk menciptakan masyarakat yang baik, langkah yang dapat diambil ialah mengadakan seleksi terhadap anggota masyarakat. Anggota masyarakat yang tidak baik tidak diberi kesempatan untuk berkembang, karena ini akan memberikan. keturunan yang tidak baik pula. Tetapi ternyata teori ini tidak dapat diterima oleh ahli-ahli lain, ini terbukti dengan adanya teori-teri lain diantaranya seperti yang dikemukakan oleh William Stern.
b. Teori Empirisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan seseorang individu akan ditentukan oleh empirinya atau pengalaman-pengalamannya yang diperoleh selama perkembangan individu itu. Dalam pengertian pengalaman termasuk juga pendidikan yang diterima oleh individu yangbersangkutan. Menurut teori ini individu yang dilahirkan itu sebagai kertas atau meja yang putih bersih yang belum ada tulisan-tulisannya. Akan menjadi apakah individu itu kemudian, tergantung kepada apa yang akan dituliskan di atasnya. Karena itu peranan para pendidik dalam hal ini sangat besar, pendidiklah yang akan menentukan keadaan individu itu di kemudian hari. Karena itu aliran atau teori ini dalam lapangan pendidikan me­nimbulkan pandangan yang optimistis yang memandang bahwa pendidikan merupakan usaha yang cukup mampu untuk membentuk pribadi individu. Teori empirisme ini dikemukakan oleh John Locke, juga sering dikenal dengan teori tabularasa,yang memandang keturunan atau pembawaan tidak mempunyai peranan.
Bila dilihat kedua teori tersebut di atas merupakan teori-teori yang saling bertentangan satu dengan yang lain. Teori nativisme sangat menitik beratkan pada segi keturunan atau pembawaan, sebaliknya teori empirisme sangat menitik beratkan pada empiri, pada lingkungan, kedua-duanya merupakan teori yang sangat menyebelah. Berhubung dengan hal tersebut adanya usaha untuk menggabungkan kedua teori ini yaitu merupakan teori konvergensi.
c. Teori Konvergensi
Teori ini merupakan teori gabungan (konvergensi) dari kedua teodri tersebut di atas, yaitu suatu teori yang dikemukakan oleh William Stern. Menurut W. Stern baik pembawaan maupun pengalaman atau lingkungan mempunyai peranan yang penting di dalam perkembangan individu. Perkembangan individu akan ditentukan baik oleh faktor yang dibawa sejak lahir (faktor endogen) maupun faktor lingkungan (termasuk penga­laman dan pendidikan) yang merupakan faktor eksogen. Penyelidikan dari W. Stern memberikan bukti tentang kebenaran dari teorinya. W. Stern mcngadakan penyelidikan dengan anak-anak kembar di Hamburg. Dilihat dari segi faktor endogen atau faktor genetik anak yang kembar mem­punyai sifat-sifat keturunan yang dapat dikatakan sama. Anak-anak ter­sebut dipisahkan dari pasangannya dan ditempatkan .pada pengaruh lingkungan yang berbeda satu dengan yang lain. Pemisahan itu segera dilaksanakan setelah kelahiran. Ternyata akhirnya anak-anak itu mem­punyai sifat-sifat yang berbeda satu dengan yang lain, sekalipun secara keturunan mereka dapat dikatakan relatif mempunyai kesamaan. Perbedaan sifat yang ada pada anak itu disebabkan karena pcngaruh lingkungan di mana anak tersebut berada. Dengan keadaan ini dapat dinyatakan bahwa faktor pembawaan tidak menentukan secara mutlak, pembawaan bukan satu-satunya faktor yang menentukan pribadi atau struktur kejiwaan seseorang. Kemudian penyelidikan semacam itu banyak dilakukan di tempat-tempat lain diantaranya di Chicago dan di Texas.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perkembangan indi­vidu itu akan ditentukan baik oleh faktor pembawaan (dasar) atau faktor endogen, maupun oleh faktor keadaan atau lingkungan atau eksogen.
2.   FAKTOR ENDOGEN DAN FAKTOR EKSOGEN
Faktor endogen ialah faktor atau sifat yang dibawa oleh individu sejak dalam kandungan hingga kelahiran. Jadi faktor endogen merupakan faktor keturunan atau faktor pembawaan. O1eh karena individu terjadi dari bertemunya ovum dari ibu dan sperma dari ayah, maka tidaklah mengherankan kalau faktor endogen yang dibawa oleh individu itu mempunyai sifat-sifat seperti orang tuanya.
Tetapi seperti telah dikemukakan di muka faktor endogen dalam perkembangan selanjutnya dipengaruhi oleh faktor eksogen. Apa saja faktor-faktor endogen ini? Kenyataan rnenunjukkan bahwa sewaktu indi­vidu itu dilahirkan telah adanya sifat-sifat yang tertentu terutama sifat­-sifat yang berhubungan dengan faktor kejasmanian, misalnya bagaimana kulitnya putih, hitam atau coklat; bagaimana keadaan rambutnya hitam, pirang dan sebagainya. Sifat-sifat ini merupakan sifat-sifat yang mereka dapatkan karena faktor keturunan, seperti yang dikena1 dengan hukum Mendel. Faktor pembawaan yang berhubungan dengan keadaan jasmani pada umumnya tidak dapat diubah. Bagaimana besar keinginan orang untuk mempunyai warna kulit yang putih bersih, hal ini tidak mungkin kalau karena faktor keturunan kulitnya berwarna coklat, demikian pula halnya dengan yang lain-lain.
Di samping itu individu juga mempunyai sifat-sifat pembawaan psikologis yang erat hubungannya dengan keadaan jasmani yaitu tempe­ramen. Temperamen merupakan sifat-sifat pembawaan yang erat hubung­annya dengan struktur kejasmanian seseorang, yaitu yang berhubungan dengan fungsi-fungsi fisiologis seperti darah, kelenjar-kelenjar, cairan-­cairan lain, yang terdapat dalam diri manusia.
Di samping individu mempunyai pembawaan-pembawaan yang ber­hubungan dengan sifat-sifat kejasmanian dan temperamen, maka individu masih mempunyai sifat-sifat pembawaan yang berupa bakat (aptitude). Bakat bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang dibawa individu sewaktu dilahirkan, melainkan hanya merupakan salah satu faktor yang dibawa sewaktu dilahirkan. Bakat merupakan potensi-potensi yang berisi kemungkinan-kemungkinan untuk berkembang ke sesuatu arah. Bakat bukan1ah sesuatu yang telah jadi, yang telah terbentuk pada waktu individu dilahirkan, tetapi baru merupakan potensi-potensi saja. Agar potensi ini menjadi aktualisasi dibutuhkan kesempatan untuk dapat mengaktualisasikan bakat-bakat tersebut.
Faktor eksogen ialah merupakan faktor yang datang dari luar diri individu, merupakan pengalaman-pengalaman, alam sekitar pendidikan dan sebagainya yaitu yang sering dikemukakan dengan pengertian milieu. Pengaruh pendidikan dan pengaruh lingkungan sekitar itu sebenarnya terdapat perbedaan. Pada umumnya pengaruh lingkungan bersifat pasif, dalam arti bahwa lingkungan tidak memberikan suatu paksaan kepada individu. Lingkungan memberikan kemungkinan-kemungkinan atau kesempatan-kesempatan kepada individu. Bagaimana individu mengambil manfaat dari kesempatan yang diberikan oleh lingkungan tergantung kepada individu yang bersangkutan. Tidak demikian halnya dengan pen­didikan. Pendidikan dijalankan dengan penuh kesadaran dan dengan secara sistematis untuk mengembangkan potensi-potensi ataupun yang ada pada individu sesuai dengan cita-cita atau tujuan pendidikan. Dengan demikian pendidikan itu bersifat akif, penuh tanggung jawab dan ingin mengarahkan perkembangan individu ke suatu tujuan tertentu.
3.   HUBUNGAN INDIVIDU DENGAN LINGKUNGANNYA
Telah dikemukakan dalam teori konvergensi bahwa lingkungan mempunyai peranan yang penting dalam perkembangan individu, dan teori ini pada umumnya menunjukkan kebenarannya. Lingkungan secara garis besarnya dapat dibedakan :
1.               Lingkungan fisik, yaitu lingkungan yang berupa alam, misalnya keada­an tanah, keadaan musim dan sebagainya. Lingkungan alam yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu. Misalnya : daerah pegunungan akan memberikan pengaruh yang lain bila dibandingkan dengan daerah pantai. Daerah yang mempunyai musim dingin akan memberikan pengaruh yang berbeda dengan daerah yang penuh dengan musim panas.
2.               Lingkungan sosial, yaitu merupakan lingkungan masyarakat, di mana dalam lingkungan masyarakat ini adanya interaksi individu satu dengan individu lain. Keadaan masyarakatpun akan memberikan pengaruh tertentu terhadap perkembangan individu.
Lingkungan sosial ini biasanya dibedakan :
I)       Lingkungan sosial primer, yaitu lingkungan sosial di mana terdapat hubungan yang erat antara anggota satu dengan anggota lain, anggota satu saling kenal mengenal dengan baik dengan anggota lain. Oleh karena diantara anggota telah ada hubungan yang erat, maka sudah tentu pengaruh dari lingkungan sosial ini akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan lingkungan sosial yang hubungannya tidak erat.
2)      Lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial yang hubungan anggota satu dengan anggota lain agak longgar. Pada umumnya anggota satu dengan anggota lain kurang atau tidak saling kenal mengenal. Karena itu pengaruh lingkungan sosial sekunder akan kurang mendalam bila dibandingkan dengan pengaruh lingkungan sosial primer.
Bagaimana sikap individu terhadap lingkungan dapat dikemukakan sebagai berikut:
a)   Individu menolak atau menentang lingkungan.
Dalam keadaan ini lingkungan tidak sesuai dengan yang ada dalam diri individu. Dalam keadaan yang tidak sesuai ini individu dapat memberikan bentuk atau perubahan lingkungan seperti yang dikehen­daki oleh individu yang bersangkutan. Misalnya akibat banjir sebagian jalan terputus. Untuk mengatasi ini dibuat tanggul untuk melawan pengaruh dari lingkungan itu, sehingga orang tidak. menerima begitu saja pengaruh linglrungan tetapi orang menolak atau mengatasi pe­ngaruh lingkungan demikian itu.
Dalam kehidupan bermasyarakat kadang-kadang orang tidak cocok dengan norma-norma dalam sesuatu masyarakat. Orang dapat berusaha untuk dapat mengubah norma yang tidak baik itu menjadi norma yang baik. Jadi individu secara aktif memberikan pengaruh terhadap lingkungannya.
b)      Individu menerima lingkungan.
Dalam hal ini keadaan lingkungan sesuai atau sejalan dengan yang ada dalam diri individu. Dengan demikian individu akan menerima ling­kungan itu.
c)      Individu bersikap netral.
Dalam hal ini individu tidak menerinia tetapi juga tidak menolak. Individu dalam keadaan status quo terhadap lingkungan.
BAB III
PERISTIWA-PERISTIWA KEJIWAAN
1.   PENGANTAR
Telah dipaparkan di muka bahwa manusia merupakan makhluk yang berjiwa, dan kenyataan ini kiranya tidak ada yang membantah; dan kehidup­an kejiwaan itu direfleksikan dalam tingkah laku, aktivitas manusia. Sudah sejak dari dahulu kala para ahli telah membicarakan masalah ini, antara lain oleh Plato, Aristoteles, sebagai ahli-ahli pikir pada waktu itu yang telah membicarakan mengenai soal jiwa ini. Kalau manusia mengadakan intro­speksi kepada diri masing-masing, memang dapat dimengerti bahwa dalam dirinya, manusia merasa senang kalau melihat sesuatu yang indah, berfikir kalau menghadapi sesuatu masalah, ingin membeli sesuatu kalau membutuh­kan sesuatu barang, semua ini memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia berlangsung kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas kejiwaan.
Mengenai kekuatan atau kemampuan jiwa manusia telah dibedakan adanya dua golongan yang besar yaitu :
1.               Kemampuan manusia menerima stimulus dati luar. Kemampuan ini ber­hubungan dengan pengenalan (kognisi).
2.               Kemampuan manusia untuk melahirkan apa yang terjadi. dalam jiwanya. Kemampuan ini berhubungan dengan motif, kemauan (konasi).
Pembagian kemampuan jiwa manusia menjadi dua golongan besar ini dikenal sebagai pembagian yang dichotomi (Bigot dkk. 1950).
Namun kalau dilihat pembagian di atas itu sebenarnya masih ada satu hal yang dapat dikemukakan lagi yaitu bahwa selain manusia mempunyai kemampuan untuk menerima stimulus dari luar dan menyatakan apa yang diinginkan, manusia masih dapat melihat efek atau akibat dari stimulus yang menimbulkan state, atau keadaan yang terdapat dalam jiwa manusia itu; manusia akan merasa senang bila melihat sesuatu yang indah atau sebaliknya. Karena itu di samping adanya kognisi dan konasi masih ada proses kejiwaan manusia yang berhubungan dengan perasaan atau emosi. Tetens dan Kant (lih. Bigot dkk. 1950), kemudian memisahkan satu keadaan lagi dari konasi, yaitu yang berhubungan dengan emosi atau perasaan. Dengan demikian kemampuan jiwa dibedakan atas 3 golongan yang besar, yaitu:
1.               kognisi, yang berhubungan dengan pengenalan,
2.               emosi, yang berhubungan dengan perasaan,
3.               konasi, yang berhubungan dengan kemauan.
Pembagian kemampuan jiwa manusia menjadi tiga golongan besar ini yang sering dikenal sebagai pembagian yang triclwtornis. Walaupun kemarnpuan jiwa itu digolong-golongkan, namun haruslah selalu diingat bahwa jiwa manusia itu merupakan suatu kesatuan, suatu kebulatan atau suatu totalitas. Ini berarti bahwa bagian satu tidak terlepas sama sekali dari bagian yang lain, tetapi selalu berhubung-hubungan.
Seperti telah dipaparkan di depan bahwa manusia tidak dapat lepas dari lingkungannya. Manusia akan selalu menerima rangsang atau stimulus dari lingkungannya. Namun ini tidak berarti bahwa stimulus hanya datang dari luar diri individu itu, sebab stimulus juga dapat berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Adapun yang dimaksud dengan stimulus adalah segala sesuatu yang mengenai reseptor, dan menyebabkan aktifnya organisme. Ini berarti segala sesuatu yang mengenai reseptor menyebabkan reseptor itu aktif, dan ini menyebabkan organisme itu aktif (Chaplin, 1972; Wood· worth & Marquis, 1957). Karena itu stimulus dapat datang dari dalam dan datang dari luar organisme yang bersangkutan (Chaplin, 1972). Namun demikian sebagian terbesar stimulus datang dari luar organisme.
Aktivitas kognitif adalah berkaitan dengan persepsi, ingatan, belajar, berfikir dan problem solving (Morgan clkk. 1984; Woodworth dan Marquis, 1957). Kegiatan atau proses tersebut sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme, dan organisme mengadakan respons terhadap stimulus yang mengenainya. Untuk lebih jelas akan dikemukakan masing-masing ke­kegiatan atau aktivitas itu secara rinci. Namun sekali lagi perlu diingat bahwa kegiatan atau aktivitas individu itu merupakan suatu kesatuan yang bulat, bagian satu tidak terlepas dari bagian yang lain, selalu saling kait mengkait, tingkah laku organisme atau manusia merupakan keadaan yang integrated.
2.   PERSEPSI
Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu secara langsung berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu individu secara langsung menerima stimulus atau rangsang dari luar di samping dari dalam dirinya sendiri. la mulai merasa kedinginan, sakit, senang, tidak senang dan sebagainya.
Individu mengenali dunia luarnya dengan rnenggunakan alat inderanya. Bagaimana individu dapat mengenali dirinya sendiri maupun keadaan sekitar­nya, hal ini berkaitan dengan persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan mengalami persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh penginderaan, yaitu merupakan proses yang berujud diterimanya stimulus oleh individu melalui alat reseptornya. Namun proses itu tidak berhenti sampai di situ saja, melainkan stimulus itu diterus­kan ke pusat susunan syaraf yaitu otak, dan terjadilah proses psikologis, sehingga individu menyadari apa yang ia lihat, apa yang ia dengar dan sebagainya, individu mengalami persepsi. Karena itu proses penginderaan tidak dapat lepas dari proses persepsi, dari proses penginderaan merupakan proses pendahulu dari persepsi. Proses penginderaan akan selalu terjadi setiap saat, pada waktu individu menerima stimulus melalui alat indera­nya, melalui reseptornya. Alat indera merupakan penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Branca, 1965; Woodworth dan Marquis, 1957).
Agar individu dapat menyadari, dapat mengadakan persepsi, adanya beberapa syarat yang perlu dipenuhi yaitu :
1.               Adanya objek yang dipersepsi.
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dapat datang dari dalam, yang langsung mengenai syaraf penerima (sen­soris), yang bekerja sebagai reseptor.
Alat indera atau reseptor, yaitu merupakan alat untuk menerima stimulus.
Di samping itu harus ada pula syaraf sensoris sebagai alat untuk menerus­kan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respons diperlukan syaraf motoris.
1.               Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi sesuatu diperlukan pula adanya perhatian, yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi. Tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi.
Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mengadakan persepsi ada syarat-syarat yang bersifat :
1)      fisik atau kealaman
2)      fisiologis
3)      psikologis.
Dengan demikian dapat dijelaskan terjadinya proses persepsi sebagai berikut: Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisile). Stimulus yang di­terima oleh alat indera dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Kemudian terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu akibat dari stimulus yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran itulah yang dinamakan proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indera atau reseptor. Proses ini merupakan proses terakhir dari persepsi dan merupakan pcrsepsi yang sebenarnya. Respons sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai-bagai macam bentuk.
Keadaan menunjukkan bahwa individu tidak hanya dikenai satu sti­mulus saja, melainkan individu dikenai berbagai-bagai macam stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar. Tetapi tidak semua stimulus itu men­dapatkan respons individu.
Seperti dikemukakan di atas bahwa tidak semua stimulus akan direspons oleh individu. Respons diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik individu terhadap stimulus yang dipersepsi oleh individu selain tergantung pada stimulusnya juga tergantung kepada keadaan individu itu sendiri. Stimulus yang akan mendapat pemilihan dari individu tergantung kepada bermacam-macam faktor, salah satu faktor ialah perhatian dari individu, yang merupakan aspek psikologis individu dalam mengadakan persepsi.
a. PERHATIAN
Seperti telah dikemukakan di muka perhatian merupakan syarat psikologis dalam individu mengadakan persepsi, yang merupakan langkah persiapan, yaitu adanya sesediaan individu untuk mengadakan perepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek. Kalau individu sedang memperhatikan sesuatu benda misalnya, ini berarti bahwa seluruh aktivitas individu dicurahkan atau dikonsentrasikan kepada benda tersebut. Tetapi di samping itu individu juga dapat memperhatikan banyak objek sekaligus dalam suatu waktu. Jadi yang dicukup bukanlah hanya satu objek, tetapi sekumpulan objek-objek. Sudah barang tentu tidak semua objek tersebut dapat diperhatikan secara sama. Jadi perhatian merupakan penyeleksian terhadap stimulus.Attention may be defined either as the selective characteristic of the mental life. (Drever, 1960 : 22)
Dengan demikian maka apa yang diperhatikan akan betul-betul disasari oleh individu, dan akan betul-betul jelas bagi individu yang bersangkutan. Karena itu perhatian dan kesadaran akan mempunyai korelasi yang positif. Makin diperhatikan sesuatu objek akan makin disadari objek itu dan makin jelas bagi individu. Introspective defined, attention is clearness in conseciousness(Harriman, 1958 : 86).
Berdasarkan atas penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa perhatian itu ada bermacam-macam, sesuai dari segi mana perhatian itu akan ditinjau.
Ditinjau dari segi timbulnya perhatian, perhatian dapat dibedakan atas perhatian spontan dan perhatian tidak spontan.
1)      Perhatian spontan, yaitu perhatian yang timbul dengan sendirinya, timbul dengan secara spontan. Perhatian ini erat hubungannya dengan minat individu. Bila individu telah mempunyai minat terhadap sesuatu objek, maka terhadap objek itu biasanya timbul perhatian yang spontan, secara otomatis perhatian itu akan timbul. Misalnya bila seseorang mempunyai minat terhadap musik, maka secara spontan perhatiannya akan tertuju kepada musik yang didengarnya.
2)      Perhatian tidak spontan, yaitu perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Seorang murid mau tidak mau harus memperhatikan pelajaran sejarah misalnya, sekalipun ia tidak menyenanginya, karena ia harus mempelajarinya. Karena itu untuk dapat mengikuti pelajaran tersebut, dengan sengaja harus ditimbulkan perhatiannya.
Dilihat dari banyaknya objek yang dapat dicakup oleh perhatian pada suatu waktu, perhatian dapat dibedakan, perhatian yang sempit dan perhatian yang luas.
1)      Perhatian yang sempit, yaitu perhatian individu pada suatu waktu hanya dapat memperhatikan sedikit objek.
2)      Perhatian yang luas, yaitu individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak objek pada suatu saat sekaligus. Misalnya orang melihat pasar malam, ada orang yang dapat menangkap banyak objek sekaligus, tetapi sebaliknya ada orang yang tidak dapat berbuat demikian.
Sehubungan dengan ini perhatian dapat juga dibedakan atas perhatian yang terpusat dan perhatian yang terbagi-bagi.
1)      Perhatian yang terpusat, yaitu individu pada suatu waktu hanya dapat memusatkan perhatiannya pada sesuatu objek. Pada umumnya orang yang mempunyai perhatian yang sempit sejalan dengan perhatian yang terpusat.
2)      Perhatian yang terbagi-bagi, yaitu individu pada suatu waktu dapat memperhatikan banyak hal atau objek. Pada umumnya orang yang mempunyai perhatian yang luas sejalan dengna yang terbagi ini.
Dilihat dari fluktuasi perhatian, maka perhatian dapat dibedakan perhatian yang statis dan perhatian yang dinamis.
1)      Perhatian yang statis, yaitu inidividu dalam waktu yang tertentu dapat dengan statis atau tetap perhatiannya tertuju kepada objek tertentu. Orang yang mempunyai perhatian semacam ini sukar memindahkan perhatiannya dari satu objekk ke objek lain.
2)      Perhatian yang dinamis, yaitu individu dapat memindahkan perhatiannya secara lincah dari satu objek ke objek lain. Inidividu yang mempunyai perhatian semacam ini akan mudah memindahkan perhatiannya dari satu objek ke objek lain.
b. STIMULUS
Seperti telah dikemukakan di atas, individu pada suatu waktu menerima bermacam-macam stimulus. Agar stimulus dapat disadari oleh individu, stimulus harus cukup kuatnya. Bila stimulus tidak cukup kuat bagaimanapun besarnya perhatian dari individu, stimulus tidak akan dapat dipersepsi atau disadari oleh individu yang bersangkutan. Dengan demikian ada batas kekuatan minimal dari stimulus, agar stimulus dapat menimbulkan kesadaran pada individu. Batas minimal kekuatan stimulus yang dapat menimbulkan sedaran pada individu, disebut ambang stimulus(Townsed, 1953), yaitu kekuatan stimulus minimal yang dapat disadari oleh individu. Kurang dari kekuatan tersebut individu tidak akan dapat menyadari stimulus itu.
Oleh karena individu mengadakan seleksi terhadap stimulus yang me­ngenainya, maka problem psikologis yang timbul ialah stimulus yang bagai­manakah yang lebih menguntungkan untuk dapat menarik perhatian individu, sehingga adanya kemungkinan dipersepsinya. Hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
1). Intensitas atau Kekuatan Stimulus
Seperti telah dikemukakan di muka, agar stimulus dapat dipersepsi oleh individu stimulus tersebut harus cukup kuatnya. Dengan demikian kekuatan stimulus akan turut menentukan disadari atau tidaknya stimulus itu. Sehu­bungan dengan kekuatan stimulus dapat dikemukakan bahwa pada umumnya stimulus yang kuat lebih menguntungkan dalam kemungkinannya untuk direspons bila dibandingkan dengan stimulus yang lemah.
2). Ukuran Stimulus
Pada umumnya ukuran stimulus yang besar lebih menguntungkan dalam menarik perhatian bila dibandingkan dengan ukuran yang kecil. Suatu headline yang besar dari surat kabar akan lcbih menarik perhatian bila dibandingkan dengan huruf-huruf yang kecil lainnya. Suatu iklan yang besar pada umumnya lebih menarik perhatian bila dibandingkan dengan yalng lebih kecil.
3). Perubahan Stimulus                                                                     .
Seperti telah dikemukakan di atas stimulus yang monoton kurang menguntungkan, dan karena itu perlu adanya perubahan dari stimulus itu untuk dapat lebih menarik perhatian. Orang tidak memperhatikan lagi bunyi jam yang tergantung pada tembak yang sudah tiap hari didengar , tetapi jika pada suatu hari jam tersebut tidak berbunyi, jadi ada perubahan stimulus, maka justru pada waktu itu tertariklah perhatian orang kepada perubahan stimulus tersebut, dan timbul pertanyaan mengapa jam itu mati.
4). Ulangan dari Stimulus
Stimulus yang diulangi pada dasarnya lebih menarik perhatian daripada yang tidak diulangi. Bunyi kentongan yang bertalu-talu akan lebih menarik perhatian bila dibandingkan kalau kentongan itu hanya berbunyi satu kali saja. Orang yang minta tolong dan diucapkan berulang kali akan lebih menarik perhatian bila dibandingkan hanya diucapkan sekali saja.
5).  Pertentangan atau Kontras dati Simulus
Stimulus yang bertentangan atau kontras dengan sekitarnya akan lebih menarik perhatian orang. Hal ini disebabkan karena stimulus itu lain dari keadaan pada umumnya. Kalau semua anak memakai pakaian putih-putih dan ada seorang anak yang memakai pakaian merah, maka keadaan yang kontras ini akan menarik perhatian orang, sehingga perhatian orang akan tertuju kepada anak yang berpakaian merah tersebut. Suatu iklan yang dicetak terbalik akan lebih menarik perhatian bila dibandingkan kalau iklan tersebut dicetak biasa saja.
Hal-hal tersebut di atas mempakan hal-hal yang penting, lebih-lebih dalam dunia perdagangan, yang selalu berusaha bagaimanakah agar dagangannya lebih dapat menarik perhatian orang. Demikianlah juga dalam dunia pendidikan, selalu mencari cara bagaimanakah supaya yang diberikan itu dapat lebih menarik perhatian dari yang menerimanya.
c. FAKTOR INDIVIDU
Jika stimulus merupakan faktor eksternal dalam proses pengamatan, maka faktor individu merupakan faktor internal. Menghadapi stimulus dari iuar itu, individu bersikap selektif untuk menentukan stimulus mana yang akan diperhatikan sehingga menimbulkan kesadaran pada individu yang hersangkutan. Keadaan individu pada suatu waktu ditentukan oleh :
1)      Sifat struktural dari individu, yaitu keadaan individu yang lebih bersifat permanen. Ada individu yang suka memperhatikan sesuatu hal sekalipun hal itu kecil atau tidak berarti, tetapi sebaliknya ada individu yang mempunyai sifat acuh tak acuh terhadap keadaan yang ada di sekitarnya.
2)      Sitat temporer dari individu, yaitu keadaan individu pada sesuatu waktu. Orang yang sedang dalam keadaan marah misalnya akan lebih emosional daripada kalau dalam keadaan biasa, sehingga individu akan mudah sckali memberikan reaksi terhadap stimulus yang mengenainya. Keadaan yang temporer ini erat sekali hubungannya dengan stemming dari individu.
3)      Aktivitas yang sedang berjalan  pada individu. Hal ini juga akan turut menentukan apakah sesuatu itu akan diperhatikan atau tidak. Sesuatu hal atau benda pada suatu waktu tidak menarik perhatian seseorang tetapi pada waktu yang lain justru sebaliknya, oleh karena pada waktu itu aktivitas jiwanya sedang berhubungan dengan benda tersebut.
d. PERSEPSI MELALUI INDERA PENGLIHATAN
Telah dipaparkan di muka, untuk mempersepsi sesuatu, individu harus mempunyai perhatian kepada objek yang bersangkutan. Bila individu telah memperhatikan, selanjutnya individu menyadari sesuatu yang diperhatikan itu, atau dengan kata lain individu mempersepsi apa yang diterima dengan alat inderanya. Individu dapat menyadari apa yang dilihatnya, didengarnya, dirabanya dan sebagainya. Alat indera merupakan alat utama dalam individu mengadakan persepsi. Seseorang dapat melihat dengan matanya tetapi mata bukanlah satu-satunya bagian hingga individu dapat mempersepsi apa yang dilihatnya, mata hanyalah merupakan salah satu alat atau bagian yang menerima stimulus, dan stimulus ini dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga akhirnya individu dapat menyadari apa yang dilihat. Secara alur dapat dikemukakan bahwa proses persepsi berlangsung sebagai berikut :
1)      Stimulus mengenai alat indera, ini merupakan proses yang bersifat kealaman (fisik).
2)      Stimulus kemudian dilangsungkan ke otak oleh syaraf sensoris, proses ini merupakan proses fisiologis.
3)      Di otak sebagai pusat susunan urat syaraf terjadilah proses yang akhirnya individu dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa yang diterima melalui alat indera. Proses yang terjadi dalam otak ini merupakan proses psikologis.
Bila seseorang melihat sesuatu objek maka stimulus yang mengenai mata bukanlah objeknya secara langsung, tetapi sinar yang dipantulkan oleh obyek tersebut yang bekerja sebagai stimulus yang mengenai mata. S:inar yang mengenai mata mempuriyai suat gelombang, ada yang ber­gelombang pendek dan ada juga yang bergelombang panjang. Di samping itu sinar juga mempunyai suatu kekuatan atau intensitas gelombang yang ber­macam-macam. Perbedaan dalam soal intensitas akan membawa perbedaan dalam soal terang tidaknya sinar yang diterima. Perbedaan panjang pendeknlya gelombang akan membawa perbedaan dalam warna yang dilihat. Bila seseorang melihat suatu benda, maka dari benda itu dapat dilihat bentuknya, jaraknya dan warnanya.
Dari ketiga hal ini soal warna sangat menarik dalam lapangan psikologi, sehingga dalam psikologi dikenal adanya test warna, yang menghubungkan soal warna dengan keadaan psikologis dari seseorang.
b). WARNA ELEMENTER DAN WARNA PRIMER
Dalam keadaan sehari-hari orang dapat melihat bermacam-macam warna, masing-masing mempunyai suatu sendiri-sendiri; masing-masing warna merupakan warna elementer. Sekalipun sesuatu warna itu merupakan cam­puran dari bermacam-macam warna misalnya, tetapi warna itu sendiri rnempunyai suatu yang khas dari warna tersebut. Misalnya warna oranye merupakan campuran dari warna merah dan warna kuning, tetapi warna oranye itu sendiri mempunyai sifat dan kedudukan sendiri. Ia bukan warna merah tetapi juga bukan warna kuning. Kedua warna itu telah terjalin demikian rupa hingga menimbulkan warna oranye.
Di antara warna-warna elementer didapati warna-warna yang me­nyolok sekali, dan ini merupakan warna primer atau warna pokok. Misalnya warna merah dan kuning rnerupakan dua warna yang menonjol dan merupakan dua pool dari seri warna oranye. Makin banyak warna kuningnya oranyenya makin kekuning-kuningan, sebaliknya makin banyak warna warna oranyenya makin kemerah-merahan. Tetapi seri oranye itu dapat melampaui warna kuning dan warna merah. Oleh karena itu warna merah dan kuning merupakan warna batas dari oranye, dan merupakan warna-warna pokok atau warna primer.
Warna apa yang merupakan warna pokok belum ada kata sepakat, Menurut Hering yang kemudian terkenal dengan teori Hering terdapat warna pokok yaitu warna merah, hijau, kuning, biru, putih dan hitam (lih Collins & Drever , 1952). Dari enam warna ini menjadi tiga pasang yaitu pasangan merah – hijau, biru – kuning, dan putih – hitam (Iih. Collins & Drever, 1952; Harriman, 1958). Warna-warna lain merupakan dari warna pokok tersebut.
Sedang Thomas Young mempunyai pendapat lain. Menurut retina mempunyai kemampuan untuk mengadakan 3 macam warna pokok, yaitu merah, hijau dan biru (Harriman, 1958).
Kemudian teori dari Thomas Young ini diperkuat oleh Herman von Helmholtz, sehingga teori ini kemudian terkenal dengan teori Young Helmholtz.
Kedua teori tersebut di atas terkenal sebagai dua teori yang besar dalam masalah warna (two major theories).
c). BUTA WARNA
Kadang-kadang dijumpai orang yang tidak dapat membedakan warna satu dengan warna yang lain. Orang yang demikian ini disebut orang yang buta warna. Orang yang buta warna sebenarnya tidak buta, hanya ia tidak dapat membedakan warna. Buta warna ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu kelainan, karenanya buta warna tidak dapat disembuhkan. Hal ini disehabkan karena dalam retina tidak terdapat atau kurang sempurna cones-­conesnya, di mana cones berfungsi untuk membedakan warna.
Dalam soal buta warna didapati adanya 2 golongan yang besar yaitu buta warna total atau keseluruhan, dan buta warna sebagian atau partial.
1). Buta Warna Total.
Orang yang buta warna semacam ini ialah orang yang sama sekali tidak dapat membedakan warna-warna yang dilihatnya, semuanya kelihatan kelabu. lni disebabkan karena dalam retina tidak terdapat cones, yang ada hanya basiles saja yang berfungsi membedakan gelap dan terang, yang menerima warna-warna achromatis yaitu kelabu, putih dan hitam (grays, whites, and blacks). Suatu keuntungan bahwa orang yang demi­kian ini relatif kecil jumlahnya. Telah dikemukakan di atas buta warna ini merupakan kelainan, karenanya tidak dapat disembuhkan.
2). Buta Warna Sebagian.
Orang yang buta warna sebagian ialah orang yang tidak dapat membedakan warna-warna tertentu saja. Buta warna sebagian dapat di­bedakan :
a)      Buta warna merah-hijau (red-green colour blindness)
Orang yang mempunyai buta warna jenis ini, ialah· orang tidak dapat membedakan antara kedua macam warna itu, kedua macam warna tersebut merupakan warna-warna yang sukar dibedakan.
” ….. Red-green colour blindness. The study of red-green colour blindness is very important for two reasons, fIrst, because of the frequency with which it occurs, and second, because of the colours which are confused. From its name it will gathered that red and green are the two difficult colours for such colour-blindness”.
Menurut V. Kries buta warna macam ini masih dibedakan :
1). deuteranopia (green blindness), di mana individu sukar membeda­kan warna hijau dengan kelabu.
2).  protonopia (red blindness), di mana individu sukar membedakan warna merah dengan coklat.
“Protonopia (red, blindness) is a condition in which S confuses reds with browns. Deuteranopia (green blindness) is a condition in which S confuses greens with grays”.
b)      Buta warna biru-kuning (blue-yellow blindness).
Orang yang buta warna jenis ini ialah orang yang tidak dapat mem bedakan kedua macam warna tersebut.
“The confusion colours of this form of colours blindness are, as it& name suggests, yellow and blue. In this case described by Richardson blue was seen as dazzling white”. (Collins & Drever, 1952 : 52).
Berhubung orang yang buta warna tidak dapat membedakan satu warna dengan warna yang lain, maka beberapa pekerjaan atau jabatan tidak menerima orang yang buta warna, misalnya pada perusahaan penerbang, apoteker dan sebagainya. Untuk dapat mengetahui apakah sese­orang itu buta warna apa tidak orang dapat menggunakan test. Diantaranya dapat digunakan :
1). Holmgren’s wool test
Test ini menggunakan pasangan-pasangan wol yang bermacam-macam warnanya. Masing-masing warna selalu dalam bentuk berpasangan. Orang yang ditest disuruh membedakan warna yang satu dengan lainnya, atau disuruh mencari pasangannya.
2). Jensen test
Yaitu menggunakan gambar dengan latar belakang (background) warnanya berbeda satu dengan yang lainnya. Misalnya angka dengan warna yang lain dengan warna latar belakangnya.
3). Spectral analysis
Yaitu mengetest dengan menggunakan spectrometer.
e.   PERSEPSI MELALUI INDERA PENDENGARAN
Orang dapat mendengar sesuatu dengan alat pendengaran, yaitu telinga. Telinga merupakan salah satu alat untuk dapat mengetahui sesuatu yang ada di sekitarnya. Telinga dapat dibagi atas beberapa bagian yang masing­masing mempunyai fungsi atau tugas sendiri-sendiri, yaitu :
1)      Telinga bagian luar, yaitu merupakan bagian yang menerima stimulus dari luar.
2)      Telinga bagian tengah, yaitu merupakan bagian yang meneruskan stimulus yang diterima oleh telinga bagian luar, jadi bagian ini merupakan transformer.
3)      Telinga bagian dalam, yaitu merupakan reseptor yang sensitif yang merupakan saraf-saraf penerima.
Stimulus berujud bunyi yang merupakan getaran udara atau getaran medium lain. Dan sebagai respons dari stimulus itu orang dapat mendengar­nya. Bunyi dapat dibedakan atas :
a)      nada, yaitu bunyi yang getarannya telah teratur.
b)      desah, yaitu bunyi yang getarannya belum teratur.
Nada dapat dibedakan dalam :
I)       Keras tidaknya nada, hal ini bergantung kepada amplitude dari getaran. Makin besar amplitudenya, makin keras nadanya.
2)      Tinggi rendahnya nada, hal ini bergantung kepada frekuensi getaran. Makin besar frekuensinya makin tinggi nadanya.
3)      Timbre dari nada, hal ini bergantung kepada kombinasi dari bermacam-macam frekuensi.
Tiap-tiap nada merupakan nada yang tunggal (single) yang mempunyai sifat-sifat tersendiri.
Seperti halnya dalam penglihatan, dalam pendengaran individu dapat mendengar apa yang mengenai reseptor sebagai suatu respons terhadap stimulus tersebut. Kalau individu dapat menyadari apa yang didengar, maka dalam hal ini individu dapat mempersepsi apa yang didengar, dan terjadilah suatu pengamatan atau persepsi.
Telinga di samping sebagai alat indera pendengaran juga sebagai alat untuk keseimbangan. Indera keseimbangan terdapat dalam telinga sebelah dalam, berkedudukan dalam vestibule dan sem-circular canals. Dalam vestibule dan semi-circular canals terdapat rambut-rambut sel sertaotolithen, dan dalam saluran terdapat zat-zat cair. Kalau tumbuh terutama kepala dalam keadaan condong misalnya, maka rambut-rambut sel mendapatkan tekanan dari otolithen, yang kemudian hal ini disampaikan ke otak sebagai pusat kesadaran. Karenanya sebelum orang jatuh, sudah dapat mengubah posisinya terlebih dahulu.
f.    PERSEPSI MELALUI INDERA PENCIUM
Orang dapat mencium bau sesuatu melalui alat indera pencium yaitu hidung. Sel-sel penerima atau reseptor bau terletak dalam hidung sebelah dalam. Stimulusnya berujud benda-benda yang bersifat khemis atau gas yang dapat menguap, dan mengenai alat-alat penerima yang ada dalam hidung, kemudian diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak, dan sebagai respons dari stimulus tersebut orang dapat menyadari apa yang diciumnya yaitu bau yang diciumnya.
Mengenai soal bau ini menurut Henning adanya 6 bau yang pokok, sedangkan bau-bau lainnya merupakan kombinasi dari bau pokok tersebut.
Ke-enam bau pokok itu ialah :
1.               fruity (e.g. lemon)
2.               resinous (e.g. resins)
3.               flowery (e.g. violets)
4.               spicy (e.g. nutmeg)
5.               burning (e.g. tar)
6.               putrid (e.g. decaying matter).
(Collins and Drever, 1952 : 93)
g.   PERSEPSI MELALUI INDERA PENCECAP
Indera pencecap terdapat di lidah. Stimulusnya merupakan benda cair. Zat cair itu mengenai ujung sel penerima yang terdapat pada lidah, yang kemudian dilangsungkan oleh syaraf sensoris ke otak, hingga akhirnya orang dapat menyadari atau mempersepsi tentang apa yang diecap itu. Mengenai rasa ini ada 4 macam rasa pokok yaitu rasa :
1.               pahit
2.               manis
3.               asin
4.               asam.
Masing-masing rasa ini mempunyai daerah penerima rasa sendiri-sendiri pada lidah. Sedang rasa-rasa lain merupakan campuran dari rasa-rasa pokok ini.
h.    PERSEPSI MELALUI KULIT
lndera ini dapat merasakan rasa sakit, rabaan, tekanan dan temperatur. Tetapi tidak semua bagian dari kulit dapat menerima rasa-rasa ini. Pada bagian-bagian tertentu saja yang dapat untuk menerima stimulus-stimulus tertentu. Rasa-rasa tersebut di atas merupakan rasa-rasa kulit yang primer, sedangkan di samping itu masih terdapat variasi yang bermacam-macam.
Dalam hal tekanan atau rabaan, stimulusnya langsung mengenai bagian kulit bagian rabaan atau tekanan. Stimulus ini akan menimbulkan kesadaran akan lunak, keras, halus, kasar.

Stimulus yang dapat menimbulkan rasa sakit dapat bersifat khemis maupun electrical dan sebangsanya yang pada pokoknya stimulus itu cukup kuat menimbulkan kerusakan pada kulit, dan hal ini menimbulkan rasa sakit.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Surat Penolakan Kerjasama

Penggorganisasian, Pelaksanaan, Koordinasi, Wewenang & Tanggung Jawab

Makalah Bedah Buku Psikologi Komunikasi