Lanjutan Pancasila
E. Pancasila Sebagai Paradigma
Pembangunan Sosial Budaya
Paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis yang umum dan suatu
kerangka pikir orientasi dasar dari suatu perubahan yang merupakan suatu sumber
hukum, metode ,serta penerapan dalam ilmu pengetahuan,sehingga sangat
menentukan sifat, ciri, dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri. Paradigma
berarti cara pandang, nilai-nilai, metode-metode, prinsip dasar, atau cara
memecahkan masalah yang dianut oleh suatu masayarakat pada masa tertentu.
1. Pengertian
Sosial Budaya
Sosial
merupakan rangkaian norma, moral, nilai dan aturan yang bersumber dari
kebudayaan suatu masyarakat atau komuniti yang digunakan sebagai acuan
dalam berhubungan antar manusia yang bersifat abstrak dan berisikan
simbol-simbol yang berkaitan dengan pemahaman terhadap lingkungan dan berfungsi
untuk mengatur tindakan-tindakan yang dimunculkan oleh individu-individu
sebagai anggota suatu masyarakat.
Sedangkan
budaya berasal dari kata Sans yaitu Bodhya yang artinya pikiran dan akal
budi.Budaya adalah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan
akal budinya yang mengandung cinta, rasa, dan kepercayaan adat istiadat ataupun
ilmu.
Maka,
pengertian sosial budaya itu sendiri adalah segala hal yang diciptakan oleh
manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya untuk kehidupan bermasyarakat. Atau,
lebih singkatnya, manusia membuat sesuatu berdasarkan budi dan pikirannya yang
dipeuntukan dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Pengertian
Pancasila
Pancasila
telah menjadi istilah resmi sebagai dasar falsafah negara Republik Indonesia,
baik ditinjau dari sudut bahasa maupun dari sudut sejarah. Hal tersebut dapat
dilihat secara etimologis atau secara teminologi sebagimana penjelasan berikut,
a.
Secara Etimologis
Berdasarkan
asal kata, Pancasila berasal dari bahasa India, yakni bahasa Sansekerta. Menurut
Muhammad Yamin, Pancasila memiliki dua macam arti, yaitu Panca artinya lima,
syila dengan (i) biasa (pendek) artinya sendi, alas, atau dasar, syila dengan
(i) panjang artinya peraturan tingkah laku yang penting, baik, dan senonoh.
Kata sila dalam bahasa Indonesia menjadi susila artinya tingkah laku baik.
b.
Secara Terminologi
Pada
1 Juni 1945, dalam sidang Badan Penyelidik Usaha- Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) perkataan Pancasila (lima asas dasar) digunakan oleh
Presiden Soekarno untuk memberi nama pada lima prinsip dasar negara yang
diusulkannya. Perkataan tersebut dibisikkan oleh temannya seorang ahli bahasa
yang duduk disamping Soekarno, yaitu Muhammad Yamin.
Dalam
pengembangan sosial budaya pada masa reformasi dewasa ini kita harus mengangkat
nilai-nilai pancasila itu sendiri. Prinsip etika pancasila pada hakikatnya
bersifat humanistic, artinya nilai-nilai pancasila mendasarkan pada nilai yang
bersumber pada harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.
Dalam rangka pengembangan sosial budaya, pancasila sebagai kerangka kesadaran
yang dapat mendorong untuk Universalisasi, yaitu melepaskan
simbol-simbol dari keterikatan struktur, dan transendentalisasi, yaitu
meningkatkan derajat kemerdekaan manusia, kebebasan spiritual.
c.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak
dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia,
yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya
yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis
jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia yang adil dan beradab.
Manusia
tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan
derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat
homo menjadi human.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial
budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan
budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya
rasa persatuan sebagai bangsa.
Perlu
ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima sebagai
warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak menciptakan
kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan
menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang terlibat, di samping hak negara
untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi individu secara berimbang
(Sila Kedua).
Hak budaya komuniti dapat sebagai perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu. Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat), sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup menegakan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga).
d.
Pembangunan nasional bidang kebudayaan, harus dilandasi dengan berpikir
tentang
masalah persatuan dan kesatuan bangsa. Negara harus menjalankan pemerintahan
yang serba efektif harus menghilangkan mental birokrasi serta mau membangun
sistem budaya dalam hal norma maupun pengembangan iptek dengan melakukan
pemberdayaan kebudayaan lokal guna memfungsikan etos budaya bangsa yang
majemuk. Kehidupan setiap insan harus dipertahankan dengan baik dalam
menghadapi segala tantangan dan hambatan serta dapat membangun dirinya sendiri
menjadi masyarakat yang berkeadilan, demokrasi, inovatif, dan mencapai kemajuan
kehidupan yang beradab.
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan
sosial
dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa;
2)
Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warga
negara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya;
3)
Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad
masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa
yang berdaulat.
4)
Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di
kalangan
masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan
melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-
nilai
budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan.
5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi
landasan yang
membangkitkan
semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
F. Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Bidang Hankam Negara
Untuk
mewujudkan kehidupan rakyat yang tertib baik tertulis maupun tidak
tertulis yang berwujud perundang-undangan. Hal ini merupakan konsekuensi
Indonesia sebagai Negara hukum .
Salah
satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dan
tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara Negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan.
1. Hankam negara harus demi
tercapainya kesejahteraan hidup manusia sebagai
makhluk Tuhan YME (Sila
I, II).
2. Hankam negara harus
mendasarkan tujuan demi kepentingan seluruh warga
negara (sila III)
3. Hankam negara harus
menjamin hak-hak dasar serta kebebasan manusia (sila IV).
4. Hankam negara harus
mendasarkan tujuan demi terjuwujudnya keadilan sosial.
(Sila V).
G. Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama
pembangunan
nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan harkat dan martabat manusia yang
meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan aspek ketuhanan. Secara
singkat, pembangunan nasional sebagai upaya peningkatan manusia secara
totalitas.
Pembangunan
sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai bidang yang
mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi bidang
ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, ketahanan nasional, hukum, ilmu dan
teknologi, hingga kehidupan beragama.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila-sila
dalam Pancasila bermuatan nilai-nilai antara lain: nilai-nilai religius (sila
1), nilai-nilai human (sila 2), nilai-nilai kebangsaan (sila 3), nilai-nilai
demokrasi (sila 4), nilai-nilai keadilan (sila 5). Untuk paradigma
pembangunan kehidupan beragama, sangat berkaitan erat dengan Pancasila, sila
pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. (Dwi Siswoyo, 2008: 131)
Uraian
atau penjelasan dari nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, yaitu:
1) Merupakan
bentuk keyakinan sebagai hak yang paling asasi yang berpangkal
dari kesadaran manusia sebagai makhluk
Tuhan.
2) Negara
menjamin kebebasan setiap penduduk utnuk beribadat menurut
agama dan kepercayaan masing-masing.
3) Tidak
boleh melakukan perbuatan yang anti ketuhanan dan anti kehidupan
beragama.
4) Mengembangkan kehidupan
toleransi baik intern umat beragama, antara
umat beragama maupun kerukunan antara umat beragama dengan
pemerintah.
Searah
dengan perkembangan, sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat dijabarkan dalam
beberapa point penting atau biasa disebut dengan butir - butir Pancasila,
yaitu:
1) Bangsa
Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
2)
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan
yang adil dan beradab.
3) Mengembangkan
sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
4) Membina
kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5)
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6) Mengembangkan
sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7) Tidak
memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa
kepada orang lain. Dari butir-butir tersebut dapat dipahami bahwa setiap rakyat
Indonesia wajib memeluk satu agama yang diyakini. Tidak ada pemaksaan dan
saling toleransi antara agama yang satu dengan agama yang lain.
(Negara
Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara
dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam :
a)
Pembukaan UUD 1945 alinea ketiga,
Yang
antara lain berbunyi:
“Atas
berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa .... “
Dari
bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia tidak menganut paham
maupun mengandung sifat sebagai negara sekuler.
Sekaligus
menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan negara agama, yaitu negara
yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan sebagai negara yang
didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
b) Pasal
29 UUD 1945
i. Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa
ii. Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya
dan kepercayaannya.
Oleh
karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, anti agama.
Sedangkan
sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan
dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh doleransi dalam
batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar
terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.
Untuk senantiasa memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :
Untuk senantiasa memelihra dan mewujudkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :
-
Kerukunan hidup antar umat seagama
-
Kerukunan hidup antar umat beragama
-
Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.
Tri
kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa.
Di dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama
senantiasa berperan di depan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama
masing-masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya.
Manusia
Indonesia satu bangsa, hidup dalam satu negara, satu ideologi yaitu Pancasila,
hal tersebut sebagai titik tolak pembangunan. Perbedaan suku, adat dan
agama bukanlah menjadi tombak permusuhan melainkan untuk memperkokoh persatuan.
Kerukunan umat beragama dapat menjamin stabilitas sosial sebagai syarat mutlak
pembangunan. Selain itu kerukunan juga dapat dikerahkan
dan dimanfaatkan untuk kelancaran pembangunan.
Ketidak
rukunan menimbulkan bentrok dan perang agama serta mengancam kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Kehidupan keagamaan dan kepercayaan harus dikembangkan
sehingga terbina hidup rukun diantara sesama umat beragama untuk memperkokoh
kesatuan dan persatuan bangsa dalam membangun masyarakat. Selain itu,
kebebasan beragama merupakan beban dan tanggungjawab untuk memelihara
ketentraman masyarakat.
c)
Pasal 28E 1945
Pasal
28E berbunyi:
“Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali”.
Sebuah
agama atau kepercayaan bagi setiap individu merupakan panggilan hati dan jiwa
dari dalam yang tidak dapat dipaksakan oleh pihak manapun, oleh karena itu
pasal ini mengatur tentang hak individu untuk bebas memeluk agama dan
menjalankan ibadahnya.
Selain
itu, dalam pasal ini juga diatur tentang hak individu untuk bebas memilih
pendidikan yang akan diambil, pekerjaan nya, kewarganegaraan juga masih masuk
dalam pasal ini, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya
tetapi berhak kembali lagi. Intinya dalam pasal ini mengatur secara keseluruhan
tentang kebebasan individu untuk memilih pilihan hidupnya.
Pengamalan
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang dilaksanakan menuju ke arah dan gerak
pembangunan, yaitu mencakup tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa untuk secara terus-menerus dan
bersama-sama meletakkan landasan spiritual, moral dan etik yang kukuh bagi
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Comments
Post a Comment