Psikologi


BAB I
PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI
1.   PENGANTAR
Ditinjau dari segi ilmu bahasa, perkataan psikologi ini berasal dari perkataan Psyche yang diartikan jiwa dan perkataan logos yang berarti ilmu atau ilmu pengetahuan. Karena itu perkataan psikologi sering diartikan atau diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat dengan ilmu jiwa.
Namun demikian ada sementara ahli yang kurang sependapat bahwa pengertian psikologi itu benar-benar sama dengan ilmu jiwa, walaupun ditinjau dari arti kata kedua istilah itu sarna. Hal ini seperti yang di­kemukakan oleh Gerungan sebagai berikut :
Arti kata kedua istilah tersebut menurut isinja sebenarnja sama, sebab kata psychologi itu mengandung kata psyche, jang dalam bahasa Yunani berarti djiwa dan kata logos jang dapat diterdjemah­kan dengan kata ‘ilmu’, sehingga istilah ‘ilmu djiwa’ itu merupakan terdjemahan belaka daripada istilah ‘psychologi’. Walaupun demi­kian, namun kami pergunakan kedua istilah dengan berganti-ganti dan dengan kesadaran adanja perbedaan jang djelas dalam artinja. lalah sebagai berikut :
  1. Ilmu djiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan jang dikenal tiap-tiap orang, sehingga kamipun menggunakan­nja: dalam artinja jang Iuas dan telah lazim dipahami orang. Sedangkan kata psychologi itu merupakan suatu istilah ‘ilmu pengetahuan’ suatu istilah jang ‘scientific’, sehingga kami per­gunakannja untuk menundjukkan kepada pengetahuan ilmu djiwa jang bertjorak ilmiah tertentu.
  2. Ilmu djiwa kami pergunakan dalam arti jang Iebih luas daripada istilah psychologi. llmu djiwa meliputi segala pemikiran, penge­tahuan, tanggapan, tetapi djuga segala chajalan dan spekulasi mengenai djiwa itu. Psychologi meliputi ilmu pengetahuan me­ngenai djiwa jang diperoleh setjara sistematis dengan metode metode ilmiah jang memenuhi sjarat-sjaratnja jang dimufakati sardjana-sardjana psychologi pada zaman sekarang ini. Istilah ilmu djiwa menundjukkan kepada ilmu djiwa pada umumnja, sedangkan istilah psychologi menundjukkan ilmu djiwa jang ilmiah menurut norma-norma ilmiah modern.
Dengan demikian kiranja agak djelas, bahwa apa sadja jang kami sebut ilmu djiwa itu belum tentulah ‘psychologi’, tetapi psychologi itu senantiasa djuga iImu djiwa” (Gerungan, 1966 : 6).
Dengan contoh sekelumit ini menurut pandangan Gerungan adanya segi-segi perbedaan antara ilmu jiwa dengan psikologi. Psikologi merupa­kan ilmu jiwa yang ilmiah, yang scientific. Karena itu dalam mempelajari psikologi harus dari sudut ilmu, sebagai suatu science sebagai suatu iImu. Hal ini juga dikemukakan oleh Sartain dkk (1967 : 3) Many people now insist on·sudying psychology as a science.
Psikologi sebagai suatu ilmu, psikologi juga mempunyai tugas­-tugas atau fungsi-fungsi tertentu seperti ilmu-ilmu pada umumnya. Adapun tugas psikologi ialah :
  1. Mengadakan deskripsi; yaitu tugas untuk menggambarkan secara jelas hal-hal yang dipersoalkan atau dibicarakan.
  2. Menerangkan; yaitu tugas untuk menerangkan keadaan atau kon­disi-kondisi yang mendasari terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
  3. Menyusun teori; yaitu tugas mencari dan merumuskan hukum­-hukum atau ketentuan-ketentuan mengenai hubungan antara peris­tiwa satu dengan peristiwa lain atau kondisi satu dengan kondisi lain.
  4. Prediksi; yaitu tugas untuk membuat ramalan (prediksi) .atau estimasi mengenai hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang mungkin terjadi atau gejala-gejala yang akan muncul.
  5. Pengendalian; yaitu tugas untuk mengendalikan atau mengatur peristiwa-peristiwa atau gejala.
Demikianlah tugas-tugas dari ilmu pada umumnya, tidak terkecuali mengenai psikologi.
Seperti telah dipaparkan di depan karena psikologi merupakan suatu ilmu, maka dengan sendirinya psikologi juga mempunyai ciri-ciri atau sifat-sifat seperti ilmu-ilmu yang lain, selain tersebut di atas. Berkaitan dengan hal tersebut psikologi mempunyai:
  1. objek tertentu
  2. metode pendekatan atau penelitian tertentu
  3. sistematika yang teratur sebagai hasil pendekatan terhadap objeknya
  4. mempunyai riwayat atau sejarah tertentu.
Psikologi sebagai suatu ilmu, tidak lepas dari segi perkembangan dari psikologi itu sendiri serta ilmu-ilmu yang lain. Dari waktu ke waktu psikologi sebagai suatu ilmu akan mengalami perkembangan, sesuai dengan perkembangan keadaan. Oleh karena itu psikologi sebagai suatu ilmu mempunyai sejarah tersendiri, hingga merupakan psikologi dalam bentuk yang sekarang ini. Dari pemikiran para ahli yang mungkin saling mempunyai pandangan yang berbeda akan memacu perkembangan dari psiko­logi itu. Secara jelas dan tuntas tentang perkembangan psikologi itu, akan dapat ditelaah dalam sejarah perkembangan psikologi.
Oleh karena yang mengadakan pendekatan dalam penyelidikan itu manusia, yang di samping mempunyai sifat-sifat kesamaan juga mempu­nyai sifat-sifat perbedaan, maka para ahli dalam mengadakan peninjauan terhadap objek atau masalah besar kemungkinannya akan terdapat per­bedaan pula. Perbedaan dalam segi pandangan itulah yang akan membawa perbedaan dalam segi orientasi terhadap masalah yang dihadapi. lnilah yang menyebabkan adanya perbedaan segi pandangan dari seorang ahli dengan ahli-ahli yang lain.
2.    PENGERTIAN PSIKOLOGI
Perbedaan pandangan bukanlah merupakan hal yang baru dalam lapangan ilmu lebih-lebih dalam lapangan ilmu sosial. Masing-masing ahli mempunyai sudut pandangan sendiri-sendiri mana yang dianggap penting, sehingga akan berbeda dalam meletakkan titik beratnya. Perbedaan pandangan ini mungkin karena perbedaan bidang studi ataupun metode yang digunakan dalam pendekatan masalah. lni akan jelas apabila dilihat tentang batasan apakah yang dirnaksud dengan psikologi itu.
Karena psikologi itu merupakan ilmu mengenai jiwa, maka persoalan yang pertama-tama timbul ialah apakah yang diinaksud dengan jiwa itu. Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini bukanlah merupakan hal yang mudah seperti diperkirakan orang banyak.
Jiwa sebagai kekuatan hidup (levens beginseI) atau sebabnya hidup telah pula dikemukakan oleh Aristoteles, yang memandang ilrnu jiwa sebagai ilrnu yang mempelajari gejala-gejala kehidupan. Jiwa adalah meru­pakan unsur kehidupan, karena itu tiap-tiap makhIuk hidup mempunyai jiwa. Jadi baik manusia, hewan rnaupun tumbuh-tumbuhan menurut pendapat Aristoteles adalah berjiwa atau beranima. Karena itu maka ter­dapatIah 3 macam anima, yaitu :
1)      anima vegetativa, yaitu anima atau jiwa yang terdapat pada tumbuh­tumbuhan, yang mempunyai kemampuan untuk makan-minum dan berkembang biak,
2)      anima sentitiva, yaitu anirna atau jiwa yang terdapat pada kalangan hewan yang di samping mempunyai kemampuan-kemampuan seperti pada anima vegetativa juga mempunyai kemampuan-kemampuan untuk berpindah tempat, mempunyai nafsu, dapat mengamati, dapat me­nyipan pengalaman-pengalamannya.
3)      anima intelektiva, yaitu yang terdapat pada rnanusia, selain mempunyai kemampuan-kernampuan seperti yang terdapat pada lapangan hewan masih mempunyai kemampuan lain yaitu berfikir dan berkemauan. (Bigot, Kohstamm, Palland, 1950).
Menurut pandangan Aristoteles anima yang lebih tinggi mencakup sifat-sifat atau kernampuan-kemampuan yang dimiliki oleh anima yang lebih rendah. Anima intelektiva merupakan tingkatan anima yang paling tinggi, sedangkan anima vegetativa merupakan anima yang terendah. Pengertian jiwa atau psyche sebagai unsur kehidupan (the principle of life) juga dikemukan oleh Drever (1960). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian jiwa itu adalah sebagai unsur kehidupan yang oleh Ki Hadjar Dewantara dibatasi pada unsur kehidupan pada manusia.
Lalu apa yang dimaksud dengan psikologi itu’? Untuk memberikan jawaban ini baik1ah dikemukakan beberapa pendapat dari para ahli yang menunjukkan adanya pandangan yang berbeda seperti telah dipaparkan di muka. Sebagai contoh baiklah dikemukakan beberapa pendapat, antara lain :
Menurut Wundt (lih. Davidoff, 1981) psikologi itu merupakan ilmu tentang kesadaran rnanusia (the science of human consciousness). Para ahli psikologi akan mempelajari proses-proses elementer dari kesadaran manusia itu. Dari batasan ini dapat dikemukakan bahwa keadaan jiwa direfleksikan dalam kesadaran manusia. Unsur kesadaran merupakan hal yang dipelajari dalam psikologi itu.
Di samping itu Woodworth dan Marquis (1957) mengajukan pen­dapat bahwa yang dimaksud dengan psikologi itu merupakan ilmu tentang aktivitas-aktivitas individu. Secara lengkap dikemukakan :
Psychology can be defined as the science of the activities of the individual. The word “activity” is used here in very broad sense. It includes not only motor activities like walking and speaking, but also cognitive (knowledge getting) activities like seeing, hear­ing, remembering and thinking, and emotional activities like laugh­ing and crying, and feeling or sad. (Woodworth and Marquis, 1957: 3).
Dari apa yang dikemukakan oleh Woodworth dan Marquis tersebut jelas memberikan gambaran bahwa psikologi itu mempelajari aktivitas-aktivitas individu, pengertian aktivitas dalam arti yang luas, baik aktivitas motorik, kognitif, maupun emosional. Kalau pada Wundt digunakan pengertian kesadaran, maka pada Woodworth dan Marquis digunakan aktivitas­-aktivitas. Namun keduanya baik kesadaran maupun aktivitas-aktivitas, hal tersebut menggambarkan tentang refleksi dari kehidupan kejiwaan.
Menurut Branca [1964) dalam bukunya yang berjudul Psychology: The Science of Behavior, telah jelas bahwa yang dimaksud dengan psi­kologi itu merupakan ilmu tentang tingkah laku. Dalam paparannya di­kemukakan
When the interest of men turns toward the actions of human beings, and when that interest takes the form of accurate observation, exact descriptions, and experimental study of human behavior, the science of psychology emerges. (Branca, 1964 : 2).
Selanjutnya dalam bagian lain Branca mengemukakan ” …….General psychology is the starting place and the core of the study of human behavior”. (Branca, 1964; 20). Dari apa yang dikemukakan oleh Branca tersebut dapat ditarik pendapat bahwa psikologi merupakan ilmu ten­tang tingkah laku, dan dalam hal ini adalah menyangkut tingkah laku manusia. Namun demikian ini tidak berarti bahwa tingkah laku hewan tidak dikemukakan. Hal ini tergambar dalam bagian-bagian yang mengemukakan tentang penelitian-penelitian yang dilakukan dalam lapang­an hewan.
Senada dengan yang dikemukakan oleh Branca dikemukakan pula oleh Morgan dkk (I984 : 4) yang menyatakan bahwa Psychology is the science of human and animal behavior, narnun pengetrapan dari ilmu itu pada rnanusia. Demikian pula yang dikemukakan oleh Sartain dkk. (1967 : 19) yang menyatakan bahwa psikologi itu merupakan the science of human behavior. Tetapi para ahli psikologi juga mempelajari tingkah laku hewan, dan dari hasil penelitian tersebut mungkin dapat berguna untuk mengerti tentang keadaan rnanusia. Bila ditelaah pendapat dari Woodworth dan Marquis, Branca, Morgan dkk., dan Sartain dkk. kiranya menunjukkan keadaan yang senada. Namun demikian dengan contoh­contoh tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa para ahli itu tidak mempunyai kata sepakat yang seratus persen sarna satu dengan yang lainnya,seperti telah dikemukakan oleh Drever tersebut di atas.
Seperti telah dikemukakan di atas psikologi itu merupakan ilmu yang membicarakan tentang jiwa. Akan tetapi oleh karena jiwa itu sendiri tidak rnenampak, rnaka yang dapat dilihat atau dapat diobservasi ialah tingkah laku atau aktivitas-aktivitas yang merupakan manifestasi atau penjelmaan kehidupan jiwa itu. Hal ini dapat dilihat dalam tingkah laku maupun aktivitas-aktivitas yang lain. Karena itu psikologi merupakan suatu ilmu yang menyelidiki serta mempelajari tentang tingkah laku atau aktivitas-aktivitas, di mana tingkah laku serta aktivitas-aktivitas itu sebagai manifestasi hidup kejiwaan. Tingkah laku atau aktivitas-akti­vitas di sini adalah dalam pengertian yang luas, yaitu meliputi tingkah laku yang menampak (overt behavior) dan juga tingkah laku yang tidak menampak (innert behavior), atau kalau yang dikemukakan oleh Wood-worth dan Marquis iaIah baik aktivitas motorik, aktivitas kognitif, mau­pun aktivitas emosional.
3.   TINGKAH LAKU MANUSIA
Seperti telah dipaparkan di depan bahwa psikologi merupakan ilmu tentang tingkah laku, dengan pengertian bahwa tingkah laku atau aktivitas-aktivitas itu merupakan manifestasi kehidupan psikis. Telah dikemukakan oleh Branca (1964), Woodworth dan Marquis (1957), Sartain dkk. (I 967), dan Morgan dkk. (1984) bahwa yang diselidiki atau dipelajari dalam psikologi ini baik tingkah laku manusia maupun hewan. Namun demikian hasil dan penelitian itu dikaitkan untuk dapat mengerti tentang keadaan manusia. Dengan demikian maka dalam psikologi itu fokusnya adalah manusia.
Sebagaimana di ketahui bahwa tingkah laku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Tingkah laku atau aktivitas itu merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya. Namun selanjutnya dikemukakan oleh Woodworth dan Schlosberg bahwa apa yang ada dalam diri organisme itu yang berperan memberikan respons adalah apa yang telah ada pada diri organisme, atau apa yang telah pernah dipelajari oleh organisme yang bersangkutan.
Tingkah laku pada manusia dapat dibedakan antara tingkah laku yang refleksi dan tingkah laku yang non-refleksif. Tingkah laku yang refleksif merupakan tingkah laku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya reaksi kedip mata bila kena sinar; gerak lutut bila kena sentuhan palu; menarik jari bila jari kena api dan sebagainya. Reaksi atau tingkah laku refleksif adalah tingkah laku yang terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Stimulus yang diterima oleh organisme atau individu tidak sampai ke pusat susunan syaraf at au otak, sebagai pusat kesadaran, sebagai pusat pengendali dad tingkah laku manusia. Dalam tingkah laku yang refleksif respons langsung timbul begitu menerima stimulus.
Lain halnya dengan tingkah laku yang non-refleksif. Tingkah laku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Dalam kaitan ini stimulus setelah diterima oleh reseptor kemudian diteruskan ke otak sebagai pusat syaraf, pusat kesadaran, baru kemudian terjadi respons mela1ui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Tingkah laku atau aktivitas atas dasar proses psikologis inilah yang disebut aktivitas psiko1ogis atau tingkah laku psikologis (Branca, 1964).
Pada tingkah laku manusia, tingkah laku psikologis inilah yang dominan, merupakan tingkah laku yang banyak pada diri manusia, di samping adanya tingkah laku yang refleksif. Tingkah laku refleksif pada dasarnya tidak dapat dikendalikan. Hal tersebut karena tingkah laku refleksif merupakan tingkah laku yang alami, bukan tingkah laku yang dibentuk. Hal tersebut akan lain bila dilihat tingkah laku yang non ref1eksif. Tingkah laku ini rnerupakan tingkah laku yang dibentuk, dapat dikendalikan, karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar. Di samping tingkah laku manusia dapat dikendalikan atau terkendali, yang berarti bahwa tingkah laku itu dapat diatur oleh individu yang bersangkutan, tingkah laku manusia juga merupakan tingkah 1aku yang terintegrasi (integrated), yang berarti bahwa keseluruh­an keadaan individu atau manusia itu terlibat dalam tingkah laku yang bersangkutan, bukan bagian demi bagian. Karena begitu kompleksnya tingkah Iaku rnanusia itu, maka psikologi ingin memahami tingkah laku tersebut.
3. LETAK PSIKOLOGI DALAM SISTEMATIKA ILMU
Bagaimana letak psikologi dalam sistematika ilmu? Untuk meninjau ini secara mendalam dapat dipelajari dalam sejarah psikologi. Tetapi dalam kesempatan ini bukanlah maksud penulis untuk mengemukakan tentang sejarah psikologi, namun hanya untuk sekedar memberikan gambaran sekilas tentang perkembangan psikologi.
Ditinjau secara historis dapat dikemukakan bahwa ilmu yang tertua adalah ilmu filsafat. Ilmu-ilmu yang lain tergabung dalam filsafat, dan filsafat merupakan satu-satunya iImu pada waktu itu. Karena itu ilmu-ilmu yang tergabung dalam filsafat akan dipengaruhi oleh sifat-sifat dari filsafat. Demikian pula halnya dengan psikologi.
Tetapi lama kelamaan disadari bahwa filsafat sebagai satu-satunya ilmu kurang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Disadari bahwa hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan tidak cukup Iagi hanya diterangkan dengan filsafat. Dengan demikian maka kemudian ilmu pengetahuan alam misalnya memisahkan diri dari filsafat, dan berdiri sendiri sebagai iImu yang mandiri (Marx, 1976). Hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan alam membutuhkan hal-hal yang bersifat obyektif, yang bersifat positif, dan ini tidak dapat dicapai dengan menggunakan filsafat. Demikianlah maka kemudian ilmu-iImu yang lain juga memisahkan diri dari filsafat termasuk pula psikologi. Psikologi yang mula-mula tergabung dalam filsafat, akhirnya rnemisahkan diri dan berdiri sendiri sebagai ilmu yang mandiri. Hal ini adalah jasa dari Wilhelm Wundt yang mendirikan labora­torium psikologi yang pertama-tama pada tahun 1879 untuk menyelidiki peristiwa-peristiwa kejiwaan secara eksperimental.
Wundt sebenarnya bukan seorang ahli dalam bidang psikologi melainkan seorang fisiolog, akan tetapi beliau mempunyai pandangan bahwa fisiologi dapat dipandang sebagai ilmu pembantu dari psikologi, dan psikologi haruslah berdiri sendiri sebagai suatu ilmu pengetahuan yang tidak ter­gabung atau tergantung kepada ilmu-ilmu yang lain. Di daIam laboratoriumnya, Wundt mengadakan eksperimen-eksperimen dalam rangka penyelidik­an-penyelidikannya, sehingga beliau dipandang sebagai bapak dari psiko­logi eksperimental. Tetapi ini tidak berarti bahwa baru pada Wundt-lah dimulai eksperimen-eksperimen, scbab telah ada ahli-ahli lain yang me­rintisnya antara lain Fechner dan Helmholtz. Namun demikian baru pada Wundt-lah penyelidikan dilakukan secara Iaboratorium eksperimental yang lebih intensif dan sistematis. Laboratorium Wundt kemudian menjadi pusat penyelidikan dari banyak ah1i untuk mengadakan eksperimen­-eksperimen antara lain Kraeplin, Kulpe, Meumann, Marbe. Dengan per­kembangan ini maka berubahlah psikologi yang tadinya bersifat filosofis menjadi psikologi yang bersifat empiris. Kalau mula-mula psikologi mendasarkan diri atas renungan-renungan, atas spekulasi, maka psikologi kemudian mendasarkan atas hal-hal yang objektif, hal-hal yang positif, dan kemudian makin berkembanglah psikologi empiris itu. Perkembangan ilmu fisika (physical science) dan ilmu kimia (chemistry) mempengaruhi tirnbulnya ilmu biologi (biological science). Salah satu dari ilmu biologi adalah ilmu tingkah laku (behavioral science). Dalam kaitan ini, maka psikologi merupakan salah satu yang termasuk dalam ilmu tingkah laku, di samping antropologi dan sosiologi (Marx, 1976). Dengan demikian maka akan jelas bahwa psikologi sebagai suatu ilmu, merupakan ilmu tentang tingkah laku dan merupakan ilmu yang berdiri sendiri tidak tergabung dalam ilmu-ilmu yang lain.
5.   HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAIN
Seperti telah dikemukakan di atas psikologi merupakan ilmu yang telah mandiri, tidak tergabung dalam ilmu-ilmu lain. Namun demikian tidak boleh dipandang bahwa psiko1ogi itu sarna sekali terlepas dari ilmu­-ilmu yang lain. Dalam hal ini psikologi rnasih mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu tersebut.
Psikologi sebagai ilmu yang meneropong atau mempelajari keadaan manusia, sudah barang tentu psikologi mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain yang sama-sama mempelajari tentang keadaan manusia. Hal ini akan memberi garnbaran bahwa manusia sebagai makhluk hidup tidak hanya dipelajari oleh psikologi saja, tetapi juga dipeiajari oleh ilmu-ilmu lain. Manusia sebagai makhluk budaya maka psikologi akan niempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu kebudayaan, dengan filsafat, dengan antropologi. Dalarn kesempatan ini akan ditinjau hubungan psi­kologi dengan beberapa ilmu sebagai berikut :
a. Hubungan Psikologi dengan Biologi
Biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan. Semua benda yang hidup menjadi objek dari biologi. Oleh karena biologi berobjekan benda-benda yang hidup, maka cukup banyak ilmu yang tergabung di daIamnya. Oleh karena itu baik biologi maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia. Sekalipun masing-masing ilmu itu meninjau dari sudut yang berlainan, namun pada segi-segi yang tertentu kadang-kadang kedua ilmu itu ada titik-titik pertemuan. Biologi, khusus­nya antropobiologi tidak mempelajari tentang proses-proses kejiwaan, dan inilah yang dipelajari oleh psikologi.
Seperti telah dikemukakan di atas di samping adanya hal-hal yang berlainan tampak pula adanya hal-hal yang sama-sama dipelajari atau diperbincangkan oleh kedua ilmu itu, misalnya soal keturunan. Mengenai soal keturunan baik psikologi maupun antropobiologi juga membicarakan mengenai hal ini. Soal keturunan ditinjau dari segi biologi ialah hal-hal yang berhubungan dengan aspek-aspek kehidupan yang turun temurun dari suatu generasi ke generasi lain; mengenai soal ini misalnya yang terkenal dengan hukum Mendel. Soal keturunan juga dipelajari oleh biologi antara lain misalnya sifat, inteligensi, bakat. Karena itu kurang­lah sempurna kalau kita mempelajari psikologi tanpa mempelajari biologi khususnya antropobiologi maupun fisiologi, justru karena ilmu-ilmu ini membantu di dalam orang mempelajari psikologi.
b. Hubungan Psikologi dengan Sosiologi
Manusia sebagai makhluk sosial juga menjadi objek dari sosiologi. Sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan manusia, mempelajari manusia di dalarn hidup bermasyarakatnya. Karena itu balk psikologi maupun sosiologi yang membicarakan manusia, tidaklah meng­herankan kalau pada suatu waktu adanya titik-titik pertemuan di dalam meninjau manusia itu, misalnya soal tingkah laku. Tinjauan sosiologi yang penting ialah hidup bermasyarakatnya, sedangkan tinjauan psikologi ialah bahwa tingkah laku sebagai manifestasi hidup kejiwaan, yang di­dorong oleh motif tertentu hingga manusia itu bertingkah laku atau ber­buat.
c. Hubungan Psikologi dengan Filsafat
Manusia sebagai makhluk hidup juga merupakan obyek dari filsafat yang antara lain membicarakan soal hakekat kodrat manusia, tujuan hidup manusia dan sebagainya. Sekalipun psikologi pada akhirnya me­misahkan diri dari filsafat, karena metode yang ditempuh sebagai salah satu sebabnya, tetapi psikologi masih tetap mempunyai hubungan dengan filsafat.
Bahkan sebetulnya dapat dikemukakan bahwa ilmu-ilmu yang telah me­misahkan diri dari filsafat itupun tetap masih ada hubungan dengan filsafat terutama mengenai hal-hal yang menyangkut sifat hakekat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu.
d. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Ihnu pengetahuan alam mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologi. Dengan memisahkan diri dari filsafat, ilmu pengetahuan alam mengalami kemajuan yang cukup cepat, hingga ilmu pengetahuan alam menjadi contoh bagi perkembangan ilmu-ilmu lain, termasuk psikologi, khususnya metode ilmu pengetahuan alam mem­pengaruhi perkembangan metode da1am psikologi. Karenanya sementara ahli beranggapan kalau psikologi ingin mendapatkan kemajuan haruslah mengikuti cara kerja yang ditempuh oleh ilmu pengetahuan alam. Apa yang ditempuh oleh Weber, Fechner, Wundt sangat dipengaruhi oleh metode yang digunakan dalam lapangan ilmu pengetahuan alam. Metode yang ditempuh oleh Fechner yang dikenal dengan metode psikofisik, suatu metode yang tertua dalam lapangan psikologi eksperimental, banyak dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan amm (Woodworth, 1951). Meru­pakan suatu kenyataan karena pengaruh ilmu pengetahuan alam, psikologi mendapatkan kemajuan yang cukup cepat, sehingga akhirnya psikologi dapat diakui sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri terlepas dari filsafat; walaupun akhirnya ternyata bahwa metode ilmu pengetahuan alam kurang mungkin digunakan seluruhnya terhadap psikologi, disebabkan karena perbedaan dalam objeknya. Ilmu pengetahuan alam berobjekkan benda-benda mati, sedangkan psikologi berobjekkan manusia yang hidup, sebagai makhluk yang dinamis, makhluk yang berkebudayaan, makhluk yang berkembang dan dapat berubah setiap saat.
Seperti telah dikemukakan di atas psikologi mempunyai hubungan antara lain dengan biologi, sosiologi, filsafat, ilmu pengetahuan alam, tctapi ini tidak berarti bahwa psikologi tidak mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lain di luar ilmu-ilmu tersebut. Justru karena psikologi menyelidiki dan mempelajari manusia sebagai makhluk yang bersegi banyak, makhluk yang bersifat kompleks, maka psikologi harus bekerja sama dengan ilmu-ilmu lain. Tetapi sebaliknya setiap cabang ilmu yang berhubungan dengan manusia akan kurang sempurna bila tidak mengambil pelajaran dari psikologi. Dengan demikian akan terdapat hubungan yang timbal balik.
6.   PSIKOLOGI FILOSOFIS DAN PSIKOLOGI EMPIRIS
Di atas telah dikemukakan sewaktu psikologi masih tergabung dalam filsafat, segala persoalan yang ada dalam psikologi dipengaruhi oleh filsafat, antara lain mengenai metodenya. Pada waktu itu hal-hal yang dicapai dalam psikologi belumlah berdasarkan atas keadaan yang objektif, keadaan yang positif, melainkan atas dasar renungan-renungan saja atau dengan kata lain atas dasar spekulasi. Karena itu psikologi pada waktu itu masih bersifat spekulatit. belum bersifat positif. Karena psikologi mempelajari hal-hal yang di luar atau di belakang keadaan yang nyata, maka psikologi yang bersifat spekulatif juga sering disebut psikologi metafisis.
Sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu pada umumnya, maka psi­kologi filosofis tidak memuaskan lagi, lebih-lebih bagi para ahli yang membutuhkan hal-hal yang objektif, yang positif dan yang berdasarkan atas pengalaman-pengalaman atau empiris. Karena itu metode yang spekulatif ditinggalkan dan dirintis metode baru yang berdasarkan atas empiri, dan ini menimbulkan psikologi yang empiris.
Apakah psikologi yang mendasarkan atas spekulasi itu bukan me­rupakan suatu ilmu, hal ini merupakan suatu hal yang sukar dijawab, yang terang bahwa dalam taraf semacam itu belumlah mendasarkan atas keadaan yang objektif, yang pada umumnya dituntut oleh ilmu pada waktu ini.
7.   RUANG LINGKUP PSIKOLOGI
Dilihat dari segi objek­nya, psikologi dapat digolongkan sebagai berikut:
a). psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia,
b). psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan, yang umum­nya lebih tegas disebut psikologi hewan.
Dalam tulisan ini tidak akan dibicarakan psikologi yang mem­bicarakan hewan atau psikologi hewan. Yang akan dibicarakan dalam tulisan ini ialah psikologi yang berobjekkan manusia (Walaupun kadang-­kadang dikemukakan eksperimen-eksperimen dalam hewan), yang sampai pada waktu ini masih dibedakan adanya psikologi yang bersifat umum dan psikologi yang khusus.
Psikologi umum ialah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis manusia yang tercermin dalam tingkah laku pada umumnya, yang dewasa, yang normal dan yang beradab (ber-kultur). Psikologi umum berusaha mencari dalil-dalil yang bersifat umurn dari kegiatan-kegiatan atau aktivitas psikis. Dalam psiko­logi umum memandang manusia seakan-akan terlepas dari manusia yang lain.
Psikologi khusus ialah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia. Hal-hal yang khusus yang menyimpang dart hal-hal yang umun dibicarakan dalam psikologi khusus. Psikologi khusus ini ada berrnacam-macam, antara lain :
1) Psikologi Perkembangan,
yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua, yang mencakup :
  1. psikologi anak (mencakup masa bayi)
  2. psikologi puber dan adolesensi (psikologi pemuda)
  3. psikologi orang dewasa
  4. psikologi orang-tua.
2).  Psikologi Sosial,
yaitu psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah-laku atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
3). Psikologi Pendidikan,
yaitu psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pen­didikan, misalnya bagaimana cara menarik perhatian agar pelajaran dapat dengan mudah diterima, bagaimana cara belajar dan sebagai­nya.
4). Psikologi Kepribadian,
yaitu psikologi yang khusus menguraikan tentang pribadi manusia, beserta tipe-tipe kepribadian manusia.
5). Psikopatologi,
yaitu psikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis yang tidak normal (abnormal).
6). Psikologi Kriminil,
yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan atau kriminalitas.
7). Psikologi Perusahaan,
yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal perusahaan.

Comments

Popular posts from this blog

Contoh Surat Penolakan Kerjasama

Penggorganisasian, Pelaksanaan, Koordinasi, Wewenang & Tanggung Jawab

Makalah Bedah Buku Psikologi Komunikasi